YOGYAKARTA – Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami defisit daya dukung pangan akibat laju konversi lahan pertanian menjadi daerah pemukiman. Daya dukung pangan DIY menunjukkan angka yang cukup rendah yakni 0,773. Angka tersebut menunjukkan bahwa produksi pangan dalam hal ini beras selama setahun tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk DIY. “Produksi yang tersedia hanya mampu memenuhi sebesar 77,3% dari jumlah 3,5 juta penduduk,” kata Dosen jurusan Perencanaan Pengembangan Wilayah, Fakultas Geografi UGM, Andri Kurniawan, S.Si., M.Si., dalam ujian terbuka promosi doktor di fakultas geografi, Rabu (26/6).
Setiap tahunnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk, DIY membutuhkan tambahan penyediaan beras sebesar 106 ribu ton. Kekurangan stok pangan beras tersebut harus didatangkan atau mengimpor beras dari daerah lain yang jumlahnya cukup besar.
Kurniawan menambahkan, rendahnya daya dukung pangan di DIY tidak terlepas dari terbatasnya luasan lahan pertanian. Secara umum luasan lahan pertanian yang ada di DIY tidak lebih dari 100 ribu hektar atau tidak lebih dari 30% dari seluruh luas wilayah. “Luasan lahan pertanian tersebut tidak mencukupi untuk menghasilkan beras yang dibutuhkan seluruh penduduk DIY,” katanya.
Terbatasnya lahan pertanian yang ada sekarang tidak terlepas dari adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian sebagai dampak dai urbanisasi spasial terutama di wilayah pinggiran kota. Kendati demikian, luasan lahan pertanian yang ada pun tidak semua memiliki produktivirtas tinggi. Sebagian lahan pertanian mempunyai produktivitas rendah terutama di sebagian wilayah kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo yang lahan pertaniannya merupakan lahan pertanian kering atau lahan pertanian tadah hujan, “Pada wilayah pertanian tersebut produktivitasnya tidak lebih dari 4 ton per hektar,” katanya,
Dari empat kabupaten dan kota Yogyakarta, lanjut Kurniawan, produksi beras di Kabupaten Sleman yang mengalami surplus sebesar 26,8 ribu ton per tahun. Surplus beras tersebut dapat digunakan menyuplai beras wilayah kabupaten/kota lain yang kondisinya mengalami defisit beras.
Selain daya dukung pangan, daya dukung bioekologi atau sumberdaya lahan juga mengalami defisit sumber daya lahan sebesar 0,085 hektar global per kapita. Berbeda dengan daya dukung sumber daya air, udara, permukiman, barang dan limbah serta pelayanan, nilai daya dukungnya masih cukup tinggi.
Di masa mendatang, kata Kurniawan, pengembangan daya dukung wilayah DIY untuk menunjang keberlanjutan pembangunan perlu dilakukan pengaturan komposisi penggunaan lahan dan komponen daya dukung lain agar mencapai kondisi seimbang.“Tapi semuanya bergantung dari pengaturan pola pemanfaatan ruang,” katanya.
Penyusunan rencana tata ruang menurutnya menjadi faktor kunci untuk mencapai keseimbangan daya dukung wilayah sehingga mampu meningkatkan keberlanjutan pembangunan dengan memperhatikan aspek psiko-budaya dan psiko-sosial masyarakat agar tidak terjadi pemborosan dalam pemanfaatan sumber daya. “Prinsip ekoefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya sangat penting,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)