Asia merupakan wilayah di dunia yang menghadapi risiko bencana alam paling tinggi, baik dari sisi jumlah korban maupun tingkat kerusakan yang pernah diakibatkannya. Ini karena Asia, lebih spesifik lagi Indonesia, merupakan salah satu wilayah yang paling tidak stabil di dunia, dari segi aktivitas gempa bumi, gunung berapi, maupun cuaca. Kondisi ini diperparah lagi dengan faktor manusia: pertumbuhan penduduk yang tinggi selama beberapa dekade terakhir ini memusatkan manusia dan kegiatan perekonomian di daerah-daerah yang rentan menghadapi risiko bencana.
“Jangan kita menyerah. Jika melihat tragedi bencana di Haiti atau Jepang telah membuktikan bahwa meskipun risiko bencana tinggi terjadi kita tidak boleh menyerah,”papar Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corrine Breuze saat membuka “Seminar Demi Penelitian Inovatif dan Terintegrasi Terkait Risiko Bencana Alam” dalam Rangka Kerjasama Prancis-Indonesia, Selasa (2/7) di R. Multimedia UGM.
Breuze mencontohkan Jepang dapat menekan banyak korban jiwa ketika bencana gempa berkat pengetahuan ilmiah yang dimiliki. Namun, dampak menghancurkan, dalam tragedi pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima membuktikan bahwa kita ternyata tidak pernah cukup mempersiapkan diri dalam pengembangan penelitian tentang dampak risiko bencana.
“Penelitian ilmiah merupakan keharusan mutlak agar kebijakan untuk mengurangi kerentanan dapat dirumuskan dan dibagikan ke semua pihak terkait,”imbuhnya.
Menurut Breuze kerjasama Prancis-Indonesia di bidang penanganan risiko bencana alam sudah berjalan lama dan produktif. Namun, sejak tahun 2010 kerjasama ini berganti dimensi berkat program DOMERAPI dengan pendanaan sebesar enam ratus lima puluh ribu Euro dari Badan Prancis untuk Riset.
“Di bawah koordinasi IRD, program ini menghimpun sejumlah mitra termasuk beberapa laboratorium ternama dari universitas di Indonesia seperti UGM,”tutur Breuze.
Sementara itu Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengakui ada beberapa persoalan terkait program pengurangan risiko bencana, seperti teknologi, sistem peringatan dini bencana hingga anggaran. Menurut Dwikorita UGM berkomitmen dalam penelitian serta pengabdian kepada masyarakat melalui berbagai program yang melibatkan dosen maupun mahasiswa.
“Selain peneliti kita libatkan pula mahasiswa asing melalui KKN terkait penanganan risiko bencana ini. Kapasitas intelektual terus kita dorong sehingga menghasilkan produk-produk penelitian yang bermanfaat,”tegas Dwikorita (Humas UGM/Satria AN)