MK mengabulkan sebagian uji materi UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dua komunitas masyarakat adat yaitu Kanegerian Kuntu dan Kasepuhan Cisitu. Beberapa pasal yang dimaksudkan untuk diuji adalah ; Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (20, ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 67 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam putusan MK ini Hutan Adat yang sebelumnya menjadi bagian dari Hutan Negara, harus dimaknai sebagai Hutan Hak.
Inspektur 1, Itjen Kementerian Kehutanan, Dr. Budi Riyanto, S.H., mengatakan putusan MK ini harus disikapi secara arif dan bijaksana dan segera dilakukan langkah-langkah konkrit untuk implementasinya secara sungguh-sungguh. Kesungguhan pemerintah tersebut menurut Budi dapat ditunjukkan dengan segera menyusun kebijakan pada tataran policy level dan institutional level sampai dengan operational level, sehingga dapat menjadi acuan dan segera dilaksanakan di daerah.
“Sebaiknya dalam penyusunan kebijakan operasional hendaknya lebih akomodatif dan partisipatif sehingga dapat dilaksanakan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat,”papar Budi dalam diskusi Hutan Adat Pasca Putusan MK di Fakultas Kehutanan UGM, Jumat (5/7).
Selain itu, Kementerian Kehutanan akan segera menyusun kembali draft RPP pengelolaan Hutan Adat disesuaikan dengan putusan MK dengan tetap memperhatikan UU No. 41 Tahun 1999 dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati bersama instansi lain. Khusus untuk pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam diperlukan langkah konkrit penguatan kawasan dengan segera melengkapi rencana pengelolaan kawasan dan penataan kawasan.
“Daerah penyangga perlu segera ditetapkan melalui Perda Daerah Penyangga,”imbuhnya.
Sementara itu Dirjen Planologi, Kementerian Kehutanan, Ir. Bambang Supiyanto, MM., menegaskan bahwa dengan putusan MK ini maka tugas pemerintah adalah melakukan pembinaan saja serta membuat Surat Edaran kepada Gubernur/Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan.
“Pemerintah melakukan pembinaan saja dan membentuk tim sosialisasi putusan MK itu,”kata Bambang.
Bambang menyatakan sesuai Pasal 67 ayat (1), ayat 92) dan ayat (3) disebutkan bahwa ketentuan tentag keberadaan masyarakat Hukum adat, hak serta pengukuhan keberadaan serta hapusnya masyarakat Hukum Adat diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). “Yang terkait masyarakat hukum adat nanti Depdagri sedangkan untuk pengelolaan hutan dibuat oleh Kemenhut,’terang Bambang (Humas UGM/Satria AN)