Mahasiswa fakultas kedokteran, terutama kelompok at-risk, memerlukan layanan dukungan akademik untuk menyelesaikan pendidikan. Model pelatihan keterampilan interpersonal terbukti membantu mahasiswa dalam pencapaian kompetensi klinik sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Untuk itu perlu dibentuk sistem pendukung akademik untuk membantu menyelesaikan masalah mahasiswa baik akademik maupun non akademik, serta pemberdayaan pembimbing akademik sebagai pendamping mahasiswa selama proses pembelajaran.
“Model pengembangan keterampilan interpersonal terbukti dapat meningkatkan pencapaian kompetensi klinik mahasiswa at-risk,”papar Sri Linuwih Susetyo Wardhani pada ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, Sabtu (6/7).
Pada ujian itu Sri Linuwih mengangkat disertasinya yang berjudul Model Pengembangan Keterampilan Interpersonal Dalam Pencapaian Kompetensi Klinik Mahasiswa Kedokteran Dengan hasil Uji Psikometrik Kategori 4 dan 5 (Suatu Kajian Terhadap Prediktor Kompetensi Dokter).
Penelitian Sri Linuwih menggunakan mixed methods, yang menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan. Berdasarkan hasil penelitian pada mahasiswa kelompok at-risk maupun no risk yang dihubungkan dengan prediktor pencapaian kompetensi klinik dan hasil penilaian kompetensi, serta kutipan wawancara maupun laporan, dapat disimpulkan bahwa seyogianya penyelesaian masalah dilakukan secara komprehensif dan sedini mungkin.
“Bisa dilakukan melalui sebuah sistem yang terdiri dari banyak pihak, seperti staf pengajar yang berminat, pembimbing akademik, psikolog, psikiater, mahasiswa sebagai bestari, pemberi beasiswa dsb,”kata dosen di Program Magister Ilmu Kesehatan dan Keselamatan Kerja UI tersebut.
Dalam penelitiannya juga terungkap bahwa untuk menghasilkan lulusan yang bermutu haruslah dimulai dari proses seleksi mahasiswa. Salah satu upaya ialah melakukan pemeriksaan psikologik bagi calon mahasiswa, seperti halnya yang dilakukan di beberapa negara, antara lain AS, Australia, dan Inggris. Menurut Sri Linuwih batasan usia minimal maupun maksimal sebagai prasyarat mengikuti seleksi masuk fakultas kedokteran di Indonesia hingga saat ini belum ada ketetapan.
“Ini perlu diwaspadai, mengingat banyak sekolah menengah tingkat atas meluluskan siswa berusia sekitar 15 tahun, karena mengikuti program percepatan belajar,”pesan Sri.
Dari penelitian yang dilakukan itu Sri Luniwih menilai pelatihan keterampilan interpersonal sebagai salah satu bentuk soft skill merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam pencapaian kompetensi klinik, sehingga perlu diberikan kepada seluruh mahasiswa. Pelatihan keterampilan interpersonal dapat diberikan sejak awal pendidikan, dan diberikan secara bertahap sepanjang masa pendidikan di tingkat preklinik, sedangkan di tingkat klinik dapat dirancang dalam kegiatan tiap-tiap modul (Humas UGM/Satria AN)