Dalam proses registrasi calon mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN, UGM melakukan verifikasi penghasilan orang tua calon mahasiswa untuk menentukan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayarkan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Perguruan Tinggi anggota SNMPTN lainnya. Seperti diketahui, penerapan UKT adalah didasarkan pada Permendikbud no 55 tahun 2013 yang mewajibkan seluruh Perguruan Tinggi Negeri menerapkan Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal mulai tahun ajaran 2013/2014. Dalam pasal 1 ayat 3 Permendikbud disebutkan bahwa UKT merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Oleh sebab itu verifikasi dilakukan berdasarkan data penghasilan yang diisikan oleh calon mahasiswa pada biodata yang disediakan. Selain informasi dalam biodata ini, UGM juga menerima data penghasilan orang tua dari Panitia Pusat SNMPTN.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UGM, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.D menyampaikan terdapat hal menarik dalam proses ini, yakni perbedaan isian antara data penghasilan yang diisikan peserta dalam registrasi di SNMPTN dan UGM. Tercatat 1.752 calon mahasiswa memberikan keterangan penghasilan orang tua yang berbeda. Di biodata SNMPTN, 1.398 orang mengisi penghasilan orang tuanya yang lebih rendah daripada di data registrasi UGM sedangkan 354 orang mengisi lebih tinggi. Selisih perbedaannya pun sangat bervariasi. “Hampir separuh peserta mengoreksi selisih riil penghasilan hingga Rp 5 juta (sebagai contoh, mengisikan data penghasilan di SNMPTN Rp1 juta, padahal penghasilan sebenarnya Rp 6 juta). Sekitar 15% mengoreksi selisih riil penghasilan hingga Rp 10 juta (sebagai contoh, mengisikan data penghasilan di SNMPTN Rp 5 juta, padahal penghasilan sebenarnya Rp 15 juta). Sekitar 35% peserta dengan sengaja membubuhkan penghasilan yang lebih tinggi di SNMPTN padahal penghasilan riil yang diisikan di laman registrasi UM lebih rendah,” tutur Iwan.
Iwan mengaku temuan tersebut cukup mengejutkan sekaligus memprihatinkan. Ini menggambarkan tingkat ketidakjujuran dalam pengisian data SNMPTN, sementara data yang diisi di UGM relatif mengandung kebenaran. Mengapa? Dalam pengisian biodata di UGM, calon mahasiswa diminta untuk mengisi surat pernyataan yang menjelaskan ‘apabila informasi yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan yang sebenarnya setelah dilakukan verifikasi melalui kunjungan rumah, maka UGM berhak membatalkan hak yang bersangkutan sebagai mahasiswa’. “Proses ini tampaknya mendorong calon mahasiswa mengisi data secara lebih jujur. Kejujuran dalam pengisian data tersebut penting karena hanya dari informasi data penghasilan ini lah besaran UKT dapat ditetapkan pada seorang mahasiswa. Jika di satu sisi UGM memiliki komitmen tinggi untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa dengan UKT 1, 2, dan 3, maka mestinya masyarakat juga memiliki komitmen untuk membayar UKT sesuai dengan penghasilan kedua orang tua atau wali,” ungkapnya.
Sehubungan dengan kejadian ini, UGM menghimbau kepada masyarakat untuk mengedepankan kejujuran. Iwan menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu kuatir tidak akan diterima di UGM jika menuliskan penghasilan yang rendah, karena UGM melakukan seleksi berdasarkan kemampuan akademik, bukan penghasilan orang tua. Untuk memastikan prinsip tersebut, data tentang kemampuan ekonomi orang tua pun dikirimkan oleh Panitia Pusat SNMPTN setelah pengumuman seleksi dan di UGM hanya diminta setelah mahasiswa diterima. UGM menetapkan biaya pendidikan secara rasional dengan mengacu pada berbagai pertimbangan yang matang, termasuk arahan pemerintah sehingga tetap terjangkau oleh calon mahasiswanya. Biaya pendidikan dibagi dalam 5 kelompok sesuai dengan tingkat penghasilan orang tua. Besarannya telah diumumkan secara transparan di laman http://um.ugm.ac.id. Saat ini sekitar 47% mahasiswa UGM adalah penerima beasiswa. Ini menunjukkan bahwa UGM sangat peduli dan memberi perhatian besar bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi tetapi tidak mampu secara ekonomi.
“Mari kita budayakan sikap jujur di masyarakat. Karena dengan kejujuran akan tercipta keadilan. Mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi tetap dapat mengenyam pendidikan di UGM dengan tenang apabila masyarakat dapat berlaku jujur,’ pungkas Iwan. (Humas UGM)