Saat UGM merumuskan sebagai Universitas Kebudayaan, maka berpikirlah kebudayaan dalam arti luas, kebudayaan sebagai sesuatu yang strategis untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Kebudayaan bukanlah kebudayaan Yogyakarta saja, kebudayaan Jawa saja, namun dari Sabang sampai Merauke, dari Sangihe sampai Talaud. Memang UGM lahir, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan kebudayaan Yogyakarta, hal tersebut jangan ditinggalkan, jangan sampai anak lupa sama ibunya.
“UGM harus berpijak pada kebudayaan Yogyakarta dan mengembangkannya dengan berbagai budaya yang lahir di nusantara lainnya guna menghasilkan puncak-puncak kebudayaan Indonesia,”kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Drs. GBPH Yudaningrat, MM., pada workshop ‘UGM Sebagai Universitas Kebudayaan” di R. Sidang Utama LPPM, Kamis (18/7) sore.
Yudaningrat menambahkan dalam lingkup negara bangsa, UGM diharapkan peran sertanya secara nyata merumuskan strategi kebudayaan nasional dan dengan kebijaksanaan ilmunya mampu merumuskan kebijakan kebudayaan nasional secara bijaksana untuk membawa kebudayaan nusantara berdiri tegak diantara kebudayaan lain di dunia.
Sementara itu dalam lingkup kebudayaan Yogyakarta, UGM harus mampu memfasilitasi Yogyakarta dalam berkebudayaan dan secara inovatif mampu mengembangkan kebudayaan baru yang berakar pada kebudayaan Yogyakarta. Yudaningrat berharap dengan status UGM sebagai Universitas Kebudayaan akan menambah satu lagi sumber budaya yang sarat dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Misalnya memaksimalkan peran Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri sebagai purna budaya, menampilkan kebudayaan adiluhung yang tampil tiap hari atau Minggu,”katanya.
Sementara itu Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM, Dr. Aprinus Salam menilai tidak mudah membangun, memperjuangkan, mempertahankan, dan melestarikan UGM menjadi Universitas Kebudayaan. Apalagi mengingat banyaknya persaingan ideologi, persaingan kepentingan, persaingan tujuan dan cara-cara setiap orang atau kelompok masyarakat dalam merealisasikan apa yang menjadi cita-cita hidup kemanusiaannya.
“Sebaiknya persaingan dan perbedaan itu diletakan dalam satu konfigurasi yang harmoni sehingga posisi UGM sebagai universitas kebudayaan bisa mengambil peran untuk menjadi penjaga keseimbangan harmonitas itu,”tegas Aprinus.
Seperti diketahui, dalam sejarahnya UGM telah mendapatkan predikat sebagai Universitas Nasional, Universitas Perjuangan, Universitas Pancasila, dan Universitas Kerakyatan. Sementara itu pada 8 Februari 2006, Majelis Wali Amanat (MWA) UGM mengeluarkan keputusan No. 19/SK/MWA/2006 yang berbunyi UGM juga sebagai Universitas Pusat Kebudayaan, yaitu universitas yang menjadi tempat pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia, agar warga masyarakat Indonesia menjadi insan yang berbudi luhur dan berwawasan nasional (Humas UGM/Satria AN)