Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang melakukan riset untuk menghitung biaya sosial yang ditimbulkan akibat korupsi. Riset akan menjadi acuan untuk menyusun guideline atau buku panduan untuk menentukan hukuman dan denda bagi para koruptor.
Demikian disampaikan pakar kriminalitas ekonomi UGM Rimawan pradiptyo. Ph.D dalam konferensi pers hari Jumat (19/7) di ruang sidang pimpinan UGM. Sebagai salah satu Tim Riset KPK, ia mengungkapkan korupsi telah menimbulkan biaya sosial di masyarakat. Karena itu, diperlukan metoda untuk menghitung biaya sosial yang ditimbulkan akibat korupsi.
Bagi Rimawan hukuman bagi para koruptor selama ini terlalu ringan bila dibanding dengan kerugian negara yang dikorupsi. Hukuman hanya berdasar kerugian eksplisit, sementara biaya antisipasi dan reaksi terhadap korupsi belum diperhitungkan.
Korupsi kelas gurem yang menilep kurang dari 10 juta dituntut jaksa hukuman 28 bulan, kemudian diputus pengadilan negeri dan diperkuat keputusan MA 18,42 bulan atau 1 tahun 6 bulan. Korupsi besar untuk kasus 1 miliar hingga kurang dari 25 miliar, dituntut jaksa 66 bulan atau 5 tahun 6 bulan, namun dalam faktanya putusan MA hanya 40,6 bulan atau 3 tahun 6 bulan. Sementara koruptor kakap dengan kasus korupsi 25 miliar keatas dituntut 102 bulan atau sekitar 8 tahun, namun pada akhirnya diputus pengadilan sekitar 69 bulan atau 6 tahun.
“Yang perlu diingat ini baru diketok, nanti tentunya masih ada grasi, remisi dan sebagainya dan dimanapun didunia pasti masih dipotong keringanan hukuman sekitar 40-50 persen”, kata peneliti di P2EB, FEB UGM.
Memang tidak adil nilep uang negara 168,19 triliun, maka hukuman finansial hanya 15,09 triliun. Itupun sudah termasuk dendan dan biaya pengganti. “Lalu siapa yang menanggung sisanya, ya tentu kita semua. Indonesia memang hebat, bukan hanya orang kaya saja yang mendapat subsidi, karena mengkonsumsi BBM bersubsidi, tapi para koruptor pun disubsidi, itu menjadi program-program paling dahsyat sedunia”, tambahnya.
Rimawan mengatakan rakyat adalah pihak yang paling dirugikan akibat korupsi. Karena uang negara yang dikorupsi berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat pada negara. Melalui estimasi biaya sosial maka diharapkan hukuman dan denda bagi koruptor akan lebih maksimal.
“Karena itu diperlukan estimasi biaya sosial korupsi di Indonesia karena tingkat korupsi di Indonesia sudah sangat kronis dan dengan estimasi biaya sosial korupsi dapat dipergunakan untuk penentuan hukuman kepada koruptor,” paparnya. (Humas UGM/ Agung)