Belum lama ini pemerintah merestui rencana konsolidasi XL-Axis, dimana XL Axiata siap mengakuisisi 95 persen saham Axis dari Saudi telecom Company dan Maxis pasca pelepasan saham. Sikap pemerintah yang merestui dengan alasan jumlah operator di Indonesia kebanyakan mendatangkan banyak tanggapan.
Pakar IT (Information Technologie), Dr. Ir. Asmiati Rasyid, MS.c, sekaligus Direktur Center for Indonesian Telecommunications Regulation Study (Citrus) menyebut langkah pemerintah terlalu memaksakan. Sebab dari sikap tersebut, 90 persen pendapatan dari pengelolaan spektrum pada akhirnya hanya terkonsentrasi 3 operator besar, yaitu Telkomsel, Indosat dan XL.
“Saya lihat sekilas dengan langkah merger operator-operator kecil yang tidak mampu bersaing seolah maksa sekali. Pertanyaannya, jika tidak mampu bersaing apakah solusinya mesti merger, bukankah ini akibat pembagian spektrum tanpa kriteria dan dasar kebijakan yang jelas selama ini?”, ungkap Asmiati dalam seminar “Merger Perusahaan Industri Telekomunikasi Dalam Pengelolaan Spektrum Frekuensi” di Fakultas Hukum UGM, Jum’at (26/7).
Kata Asmiati sebelum merestui akuisisi sesuai Peraturan Menteri No. 7 tahun 2006, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia mestinya sudah melakukan audit penggunaan spektrum. “Dengan begitu cukupkah PP No. 53 tahun 2000, pasal 25 bisa dijadikan dasar hukum BRTI dan Menkoinfo untuk mengalihkan separuh spektrum Axis kepada XL dalam akuisisi ini?”, ungkapnya lagi.
Asmiati mengingatkan pengelolaan spektrum yang baik sesungguhnya bisa memberikan pendapatan triliunan pada negara. Pengelolaan spektrum sebagai asset negara mestinya harus dikelola sesuai pasal 33 UUD 1945.
Dengan pengelolaan saat ini, kata Asmiati, harga spektrum dalam negeri jauh dibawah harga pasar global, sehingga jual beli spektrum melalui akuisi selama ini sangat menguntungkan pemain. Pemain berusaha menguasai spektrum untuk menaikkan harga jual perusahaan (hoarding spectrum).
“90 persen spektrum essential untuk industri dikuasai asing, mestinya kita berusaha merebut spektrum tersebut untuk anak negeri. Menkoinfo sebagai regulator mestinya bisa mengambil kebijakan pengelolaan spektrum untuk kepentingan anak negeri”, imbuhnya.
Dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Hukum UGM tampak hadir pembicara lain Dr. Jur. Any Andjarwati, S.H., M.Jur, Dr. paripurna, S.H., M.Hum., LL.M dan Prof. M. hawin, S.H., LI.M., Ph.D. (Humas UGM/ Agung)