Sebagai penemuan dalam ilmu pengetahuan di era mutakhir, pascamodernisme telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi ilmu sastra. Konsep pascamodernisme telah dijadikan sebagai dasar dalam penulisan sejarah sastra, yang selanjutnya, bertolak dari konsep tersebut, bisa dikembangkan apa yang oleh Todorov disebut sebagai puitika sejarah dengan menjadikan sifat ontologis sebagai dasar pembentukannya.
Sementara itu, pascamodernisme model Mc Hale telah membuka jalan bagi upaya interpretasi baru terhadap teori-teori ontologi sastra yang telah dikembangkan oleh para ahli sebelumnya, dalam rangka menjelaskan munculnya ciri-ciri baru dalam sastra mutakhir.
“Sifat ontologis hasil interpretasi baru ini telah dijadikan wahana bagi konsep teori sastra dan pascamodernisme itu sendiri,”papar dosen Jurusan Sastra Indonesia, Dr. Pujiharto, M.Hum pada diskusi bulanan Ilmu Sastra #2 “Posmodernisme dan Kontribusinya terhadap Sastra” di Gedung R.M. Margono Djojohadikusumo, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Selasa (30/7).
Teori McHale, dalam konteks pembahasan tentang puitika pascamodernisme, yang terutama diuraikan adalah sifat-sifat ontologis yang mengedepan di dalamnya. Hal ini karena wacana sastra sebenarnya hanyalah menetapkan seperangkat pertanyaan mana yang pertama-tama harus dijawab dan menunda mempertanyakan pertanyaan berikutnya.
“Dengan demikian, meskipun sangat mungkin mempersoalkan implikasi epistemologis sebuah karya fiksi, tetapi dalam konteks pembahasan fiksi pascamodern lebih urgen mempertanyakan implikasi ontologisnya,”imbuh Pujiharto.
Ia menjelaskan karya fiksi dikatakan epistemologis bila di dalamnya dikemukakan strategi-strategi formal yang secara implisit mengangkat isu-isu aksesibilitas, reliabilitas atau unreliabilitas, transmisi, sirkulasi, dan sebagainya mengenai pengetahuan tentang dunia. Sementara itu yang dominan pada karya fiksi dikatakan bersifat ontologis bila di dalamnya dikemukakan strategi-strategi formal yang secara implisit mengangkat isu-isu mode keberadaan dunia-dunia fiksional dan penduduknya, dan/atau merefleksikan pada pluralitas dan diversitas dunia-dunia, apakah “nyata”, mungkin, fiksional, atau yang lainnya.
“Memang, selain itu ada karya fiksi yang mengedepankan sifat epistemologis dan ontologis secara bergantian,”katanya.
Istilah pascamodernisme pertama kali muncul dalam dunia seni pada tahun 1930-an. Istilah ini digunakan oleh Federico de Onis dalam bukunya Antologia de la Poesia Espanola e Hispanoamericana untuk menunjukkan reaksi kecil terhadap modernisme. Sedangkan dalam studi sastra, pascamodernisme ini salah satunya dikembangkan oleh McHale. Meskipun sempat muncul persepsi negatif, pascamodernisme tetap memunculkan kemenarikan tersendiri dan digunakan di berbagai bidang seperti musik, seni rupa, film, drama, fotografi, arsitektur, sastra, filsafat, antropologi, sosiologi, dan geografi (Humas UGM/Satria AN)