Kekayaan budaya yang ada di Indonesia merupakan warisan luhur yang kelestariannya menjadi tanggung jawab semua rakyat yang ada di negara ini. Tanggung jawab generasi sekarang terhadap berbagai kekayaan budaya tersebut adalah untuk selalu memperkenalkan dan melestarikan ajaran-ajaran luhur dalam setiap sendi kebudayaan di Indonesia tersebut kepada anak cucu, sehingga nilai-nilai yang ada di dalamnya akan selalu lestari, selalu terjaga, dan terus berkembang dari generasi ke generasi. Satu di antara sekian banyak budaya yang harus terus dijaga kelestariannya adalah wayang. Pagelaran wayang kulit purwa sebagai satu warisan luhur budaya bangsa, mengandung nilai-nilai filosofis yang sarat dengan ajaran moral yang luhur dan ajaran budi pekerti yang sesuai dengan budaya dan kehidupan orang Indonesia.
“Di dalamnya ada nilai kesetiaan dan bakti terhadap orang tua dan guru, nilai kejujuran serta nilai kerendahan hati,”papar Dr. Iva Ariani pada peringatan Dies Natalis Ke-46 Fakultas Filsafat UGM, Sabtu, (17/8) di Ruang Sidang 1 Fakultas Filsafat UGM. Pada kesempatan itu Iva mengangkat pidato ilmiah berjudul Filsafat Wayang untuk Pengembangan Budi Pekerti.
Iva Ariani menambahkan nilai-nilai budi pekerti yang termuat dalam pagelaran wayang kulit purwa tersebut apabila mulai diperkenalkan sejak dini pada generasi muda akan dapat membentuk sifat dan karakter unggul warga negara Indonesia di tahun-tahun yang akan datang sehingga bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, tidak hanya dalam bidang ilmu, pengetahuan, dan teknologi, tetapi juga maju dan bermartabat dalam hal moral. Sebagai bagian dari kebudayaan bangsa yang sarat dengan ajaran budi pekerti, wayang bisa menjadi sumber inspirasi bagi upaya penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Sementara itu DekanFakultas Filsafat, Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin, dalam laporannya dekan mengemukakan bahwa Fakultas Filsafat telah memantapkan niat untuk terus mengembangkan filsafat Nusantara, yang antara lain diwujudkan dengan pendirian Laboratorium Filsafat Nusantara dan memperbanyak kajian tentang filsafat Nusantara. Hal ini dilakukan tidak lain karena di dalam budaya Nusantara, terdapat berbagai macam kearifan, kebijaksanaan, atau filosofi, yang sebenarnya mampu disandingkan dengan pemikiran filsafat Barat.
“Bentuk konkrit agar filosofi yang ada di balik budaya-budaya Nusantara tersebut nantinya dapat dikenal dan dikaji secara lebih luas olehmasyarakat internasional, kita akan menggelar International Conference on Nusantara Philosophy (ICNP) sebagai bagian dari rangkaian peringatan dies natalis, yang rencananya akan digelar pada bulan November 2013 ini,”kata Mukhtasar.
Selain pembacaan laporan dekan dan pembacaan pidato ilmiah oleh Dr. Iva Ariani, peringatan dies natalis Fakultas Filsafat juga diwarnai dengan beberapa acara kekeluargaan, di antaranya syawalan keluarga besar Fakultas Filsafat dan pamitan haji. Acara pun menjadi bertambah khidmat dan penuh keharuan karena pada acara peringatan dies natalis yang bertepatan dengan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ini, Prof. Dr. H. Koento Wibisono S., selaku sesepuh Fakultas Filsafat menceritakan pengalamannya di masa perjuangan kemerdekaan yang sudah harus ikut berjuang mengangkat senjata pada usia belasan tahun (Humas UGM/Satria AN)