Bagi Hari Yulio ketekunan dan semangat tinggi menjadi modal meraih prestasi. Berkat ketekunannya, ia diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Program Studi Ilmu Ekonomi tahun 2013. Berasal dari keluarga tidak mampu, iapun lolos Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan beasiswa Bidik Misi. “Ya senang bisa diterima, mudah-mudahan saya nanti bisa mengikuti kuliah dengan lancar”, katanya.
Ditemui dirumahnya di Tegalsari, Jati Ayu, Wonosari sosok Hari Yulio terlihat sederhana. Meski sekilas tampak kurus, namun prestasi dan kepintarannya sangat berbanding terbalik dengan postur tubuhnya. Pemuda kelahiran 5 Juli 1995, ini sempat tinggal di Muaro Jambi hingga kelas 5 SD, dan disana ia sempat menorehkan prestasi sebagai juara olimpiade matematika sekabupaten. “Dari olimpiade ini saya mendapat beasiswa, uang dan seperangkat komputer. Tapi untuk peraga komputernya saya tinggal di sekolah untuk kenang-kenangan, karena saya harus pindah ke Jogja”, ucapnya.
Pindah di Jogja sejak tahun 2006, Hari Yulio mengaku harus melakukan proses adaptasi. Iapun melewati pendidikan dasar kelas VI di SD 4 Wonosari dan SMP I Wonosari dengan prestasi yang biasa-biasa saja. Namun, sesuatu menjadi lain saat ia duduk di bangku SMA Negeri I Wonosari, terlebih di saat duduk di kelas III. Apalagi SMA Negeri I Wonosari dengan program RSBI saat itu menerapkan kebijakan pengkatagorian nilai siswa, meliputi kelompok A,B,C dan D. “Besarannya masing-masing 25 persen. Ya, pernah satu pelajaran masuk kategori B, namun lebih banyak A”, ungkapnya.
Dengan lebih banyak masuk katogori A, kata Hari Yulio, ia mendapat kesempatan bergabung dengan program tutorial sebaya. Artinya ia mendapat kesempatan mengajar sekaligus membantu teman-temannya dalam pelajaran-pelajaran tertentu. “Kalau diajar guru-guru mungkin mereka sungkan ya, tapi dengan teman sendiri yang mengajar jauh lebih enak untuk berdiskusi dan pemahaman pelajaran. Di program tutorial sebaya ini saya mengajar matematika”, katanya.
Hari mengaku senang di program tutorial sebaya. Disamping membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan belajar, iapun mendapat insentif dari sekolahan. “Ya lumayan mas, seminggu ngajar sekali dua kali, sebulan kadang diberi insentif 60 ribu rupiah, bisa untuk beli buku”, katanya sambil tersenyum.
Hari tidak memiliki jurus tertentu untuk meningkatkan prestasi akademik di kelas III SMA. Baginya asal tekun, semua pelajaran dan les tambahan di sekolah dan belajar di rumah sudah cukup. Dalam sehari, ia hanya meluangkan waktu fokus belajar 1 sampai 2 jam. “Saya biasanya belajar dini hari antara jam 1 atau jam 2 mulai, secukupnya tapi kadang keterusan juga sampai pagi”, papar pemegang nilai UAN SMA 52,90 dan Toefl 503.
Duduk di bangku SMA, Hari mendapat banyak beasiswa untuk biaya sekolahnya. Diantaranya dari BKM dan beberapa beasiswa yang dikelola para guru. Meski begitu, ia di rumah masih membantu ayahnya bekerja di sawah. Bahkan tak segan-segan, ia ikut menumbuk dan menjemur gaplek untuk dijadikan tiwul, makanan khas Gunung Kidul. Dibelakang rumahnya, iapun memelihara ayam kampung untuk tabungan. “Ya sebisa yang saya kerjakan. Saya pelihara ayam untuk kebutuhan yang cukup besar. Biasanya saya jual ke pasar”, kata Hari yang berkeinginan bekerja di Bank nantinya.
Yonatan (46) dan Mursiti (45), orang tua Hari Yulio merasa senang melihat anaknya bisa kuliah di FEB UGM gratis. Keduanya berharap anaknya bisa kuliah dengan lancar dan bisa menunjukan prestasi terbaik. “Karena saya ini kan hanya buruh mas, apa saja saya kerjakan”, kata Yonatan.
Yonatan mengaku penghasilannya sebagai buruh dalam sehari paling banyak 30 ribu rupiah. Cukup tidak cukup, penghasilan itu untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Sebagai buruh, ia tidak menolak pekerjaan, terkadang diminta mencangkul sawah tetangga, terkadang pula ia menjadi buruh bangunan. “Semua saya lakoni, saya sempat tinggal di Muaro Jambi sejak tahun 1991 ikut orang tua sebagai transmigran kelapa sawit, namun di tahun 2006 saya memutuskan pindah ke Wonosari demi pendidikan”, terangnya. (Humas UGM/ Agung)