YOGYAKARTA – Pengamat politik luar negeri UGM, Dr. Siti Muti’lah Setiawati menegaskan pemerintah RI perlu menegaskan kembali posisi Indonesia dalam pelaksanaan prinsip kebijakan politik luar negeri bebas-aktif. Pasalnya, beberapa pengamat asing masih menilai kebijakan politik luar negeri Indonesia justru terbelah, antara mendukung China dan Amerika. “Pengamat asing menyoroti bahwa politik luar negeri kita terbelah antara ke China dan Amerika,” kata Siti kepada wartawan Kamis (29/8).
Pengamat asing yang disebutkan Siti tersebut adalah Daniel Novotny yang menulis buku ‘Torn between America and China: elite Perception and Indonesian Foreign policy’. Kendati tidak sependapat dengan pandangan pengamat asing tersebut, Siti mengatakan kebijakan politik luar negeri Indonesia masih menganut prinsip bebas-aktif meski belum dijalankan secara optimal. “Apa benar terbelah? buktinya Indonesia bisa menjalin hubungan dengan kedua Negara besar itu. Semua bisa jalan,” kata staf pengajar hubungan internasional Fisipol UGM ini.
Siti menilai, hampir semua Presiden Indonesia menjalankan prinsip kebijakan politik luar negeri bebas-aktif. Kendati dalam prakteknya, selalu melakukan penyimpangan. “Soekarno pernah membuat poros Jakarta-Beijing-Pyongyang, namun tetap menyokong gerakan Non Blok. Soeharto pernah mendirikan IGGI namun berusaha ingin jadi ketua Gerakan Non Blok,” katanya.
Meski kebijakan politik luar negeri bebas-aktif yang diperkenalkan pertama kali oleh Bung Hatta pada 2 September 1948 saat akan menghadapi agresi militer Belanda, imbuh Siti, namun prinsip kebijakan politik luar negeri Indonesia tersebut masih relevan untuk tetap dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia hingga saat sekarang ini. “Politik luar negeri bebas-aktif itu murni ide dari bangsa Indonesia. Cocok dengan perjuangan Indonesia kala itu agar tidak dikendalikan oleh negara lain dan kita bisa berdikari,” katanya.
Sementara pemerhati kesejarahan Prof. Dr. Sutaryo, menuturkan politik luar negeri bebas-aktif yang selama dijalankan memang belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, kata Sutaryo, UGM berinisiatif mengadakan refleksi 65 tahun politik luar negeri Indonesia bebas aktif melalui kegiatan seminar dan pertemuan forum pengajar politik luar negeri, serta mendiskusikan posisi Indonesia dalam dinamika politik global. Rencananya, seminar ini akan digelar di Balai senat UGM, 2-3 september mendatang. (Humas UGM/Gusti Grehenson)