Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyebutkan bahwa kebanyakan pejabat negara, penentu kebijakan, dan aparat penegak hukum melakukan tindak korupsi karena dorongan sifat tamak dan serakah. Mereka masih saja rakus mengambil barang negara yang seharusnya didistribusikan untuk masyarakat walaupun telah mendapatkan berbagai fasilitas dan gaji dari negara yang cukup besar.
“Pejabat negara seharusnya tidak perlu korupsi karena pendapatanya sudah luar biasa besar,” katanya, Kamis (5/9) saat mengisi kuliah perdana mahasiswa program pascasarjana UGM. Tahun ajaran baru ini UGM menerima 4.811 mahasiswa program pascasarjana.
Ia mencontohkan mantan Ketua SKK Migas, Rudi Rubiandini setiap bulannya menerima gaji sebesar Rp. 220 juta saat menjabat sebagai Ketua SKK Migas. Ditambah lagi Rp. 75 juta pendapatan sebagai komisaris Bank Mandiri.
“Pendapatan Rp. 300 juta gak akan habis dalam 1 bulan. Jadi kalau masih korupsi ini namanya serakah luar biasa. Korupsi karena sifat tamak dan rakus,” tegasnya.
Menilik hal tersebut, Abraham Samad mengungkapkan bahwa saat ini KPK tengah fokus dalam upaya memberantas korupsi dalam kategori besar yaitu yang melibatkan penyelenggara negara, penentu regulasi, dan aparat penegak hukum sebagai aktor korupsi dan juga korupsi dalam jumlah besar.
Kendati begitu, dalam penanganan kasus korupsi ini KPK masih kekurangan tenaga. Pasalnya saat ini KPK hanya memiliki sebanyak 700 pegawai dan 60 penyidik. Sementara setiap harinya setidaknya masuk 30 laporan kasus dan yang lolos verifikasi 10 kasus.
“Dengan jumlah penyidik yang sedikit ini tidak mungkin bisa menyelesaikan semua kasus di seluruh Indonesia. Untuk itu harus ada metode tertentu agar semua kasus dapat terselesaikan dan KPK konsen mengurus kasus korupsi yang terjadi di sektorsectorntu yang menyangkut hajat hidup orang banyak yakni ketahanan pangan plus, ketahanan energy dan lingkungan, bidang infrastruktur, dan penerimaan pajak, bea cukai, serta PNBP ,” urainya.
Selain fokus menangani korupsi kategori besar, KPK juga konsen memberantas korupsi melalui dua pendekatan yaitu pencegahan dan pendekatan represif yang saling diintegrasikan.
“Keterbatasan selama ini pemberantasan korupsi hanya dengan pendekatan represif. Kalau hanya dengan penindakan semata maka dalam 1-3 tahun mendatang akan muncul lagi, tetapi jika disertai dengan pencegahan makan dalam 1-3 tahun korupsi akan hilang karena ada perbaikan sistem yang menghasilkan mesin-mesin korupsi,” papar Abraham Samad.
Pada kesempatan itu, Abraham Samad tak lupa mengajak seluruh elemen masyarakat termasuk sivitas akademika UGM untuk bersama-sama melawan kejahatan korupsi. “KPK tak bisa terus menerus jadi pemadam kebakaran yang setiap ada kejadian selalu semprotkan air untuk padamkan api. Akar permaslahan korupsi harus diperbaiki secara menyeluruh sehingga 2-3 tahun kedepan tidak terjadi lagi dan itu membutuhkan kerjasama semua pihak, “tandasnya.
Seperti diketahui tingkat tindak korupsi di Indonesia terus mengalamai kenaikan selama tiga tahun terakhir. Tahun 2010 indeks persepsi korupsi (CPI) Indonesia 2,8 naik menjadi 3,0 pada 2011. Selanjutnya tahun 2012 CPI Indonesia meningkat menjadi 3,2.
Sementara sebelumnya, Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., dalam sambutannya mengatakan korupsi merupakan persoalan serius yang terus menggerogoti bangsa. Yang terjadi justru penggunaan anggaran dirancang untuk dirampok.
Oleh sebab itu UGM berkomitmen untuk ikut bersama-sama KPK teguh dalam melawan danmencegah korupsi dan menjadikan Indonesia bangsa yang kuat di masa depan. “Ini serius dan KPK butuh teman. UGM siap jadi teman KPK dalam melawan kejahatan korupsi,” ucap Rektor.(Humas UGM/Ika)