YOGYAKARTA – Hingga saat ini Indonesia hanya memiliki 831 pemegang lisensi Certified Financial Planner (CFP) atau profesi perencana keuangan bersertifikasi internasional. Dari 20 negara yang mengikuti program pendidikan sertifikasi profesi perencana keuangan internasional yang diakui oleh Financial Planner Standar Board (FPSB) Amerika serikat ini, jumlah pemegang lisensi CFP dari Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Malaysia dan Hongkong. Masing-masing memiliki 2.657 CFP dan 4.700 CFP. Sedangkan Amerika serikat memiliki 67.241 CFP, diikuti Jepang 18.548 CFP dan Cina 13.850 CFP.
Untuk meningkatkan jumlah tenaga profesi perencana keuangan CFP di Indonesia, program Magister Manajemen (MM) UGM menyelenggarakan program pendidikan sertifikasi profesi keuangan internasional, Certified Financial Planner. Pendidikan yang dilaksanakan selama tiga bulan tersebut diperuntukan bagi mahasiswa MM, Alumni MM, praktisi, birokrat dan dosen untuk mendapatkan sertifikasi CFP yang berstandar internasional. “Angkatan pertama CFP MM UGM, ada 18 orang yang mengikuti pendidikan CFD,” kata Direktur MM UGM, Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D. dalam pembukaan pendidikan dan pelatihan profesi CFP di MM UGM Yogyakarta, Sabtu (7/9).
Lincolin mengatakan program CFP di Indonesia memiliki kualifikasi tertinggi dan mampu mensejajarkan diri dan bersaing dengan penyelenggara CFP di dunia. Ia menambahkan, para pemegang sertifikasi CFP di seluruh dunia sudah mencapai 150 ribu orang. “Tahun ini diperkirakan pemegang lisensi CFP di Indonesia capai 900 orang,” ujarnya.
Menurut Lincolin, pendidikan CFP MM UGM ini ditujukan pada profesional keuangan dan perbankan agar dapat melayani klien keuangan secara lebih profesional dan berkualitas. “Dalam penyelenggaraan pendidikan ini, MM UGM bekerjasama dengan FPSB Indonesia,” ujarnya.
Perwakilan FPSB Indonesia, Sapto Rahardjo mengatakan pemegang sertifikasi CFP di Indonesia di masa mendatang semakin dibutuhkan. Pasalnya semakin banyak kelompok kelas menengah yang tumbuh di Indonesia. “Lima tahun kedepan, akan muncul 100 juta orang kaya mapan di Indonesia. Umumnya mereka membutuhkan perencana keuangan untuk mengelola asetnya,” katanya.
Minimnya jumlah CFP di Indonesia saat ini menurut Sapto menjadi ukuran untuk mengetahui pertumbuhan jumlah pengusaha. Semakin banyak jumlah CFD maka negara tersebut memiliki jumlah ekonomi kelas menengah ke atas makin banyak. “CFD bisa menjadi indikator maju dan tidaknya negara tersebut,” ujarnya.
Pemegang lisensi CFP, kata Sapto, mampu mengelola akumulasi aset nasabah lewat perencanaan keuangan. “Termasuk perencanaan investasi, manajemen rosiko, asuransi hingga pajak,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)