Penyu merupakan jenis reptil yang memiliki tempurung atau batok keras dan motif yang menawan. Namun penyu yang satu ini berbeda dari penyu kebanyakan. Pasalnya tidak memiliki tempurung sebagai pelindung badan. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa berjalan di daratan, hanya bisa berenang di perairan saja.
Tapi jangan salah, penyu yang satu ini memiliki keistimewaan yaitu mampu menengarai keberadaan minyak di sekitarnya. Anda jangan keburu bingung. Penyu ini memang bukan benar-benar penyu, tetapi sebuah kapal tanpa awak semi otomatis yang dikembangkan oleh sejumlah mahasiswa Fakultas MIPA UGM. Mereka adalah Meuthia Fawzia, Ary Kusumaningsih, Firdhaus Azhar, Kristiawan Devianto, dan Muhammad Nur Fattah.
Kelimanya mengembangkan Si Penyu (Sistem Pengelolaan Wilayah Kelautan) karena prihatin terhadap maraknya pencemaran laut di Indonesia akibat tumpahan minyak yang tidak ditangani dengan baik. Selain itu ditambah maraknya pencurian ikan oleh nelayan dari negara tetangga yang leluasa mengambil ikan di wilayah laut Indonesia.
“Dengan adanya Si Penyu, diharapkan bisa membantu pemerintah untuk memetakan wilayah laut yang tercemar oleh minyak sehingga memudahkan pemerintah untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Selain itu, kapal ini dapat memetakan posisi populasi ikan sehingga memudahkan nelayan untuk mencari ikan,” urai Meuthia saat dihubungi via telepon, Selasa (10/9).
Meuthia menjelaskan bahwa Si Penyu dilengkapi dengan dua buah sensor utama yaitu sensor minyak dan sensor ikan. Melalui kedua sensor tersebut data yang diperoleh diolah oleh yang selanjutnya ditampilkan dalam sebuah graphic user interface.
“Sensor sonar mampu mendeteksi keberadaan ikan hingga kedalaman 100 meter, sedangkan sensor minyak bisa mendeteksi keberadaan minyak sampai ketebalan 10 centimeter,” terangnya.
Kapal dengan berat 3 kilogram, panjang 50 centimeter, dan lebar 27 centimeter ini juga dilengkapi dengan sensor GPS, kompas, accelerometer, gyroscope, serta modul komunikasi serial, XBEE. Digerakkan dengan baterai berkekuatan 18 volt, Si Penyu mampu melaju dengan kecepatan 50 Km/jam dengan jarak tempuh sekitar 1 kilometer.
“Si Penyu ini dilengkapi dengan pelampung di kanan dan kirinya untuk menjaga keseimbangan kapal saat berada di lautan,” imbuh Firdhaus.
Pembuatan Si Penyu menghabiskan dana yang cukup besar sekitar Rp 10 juta. Pasalnya komponen penyusun Si Penyu sebagian besar menggunakan bahan-bahan impor. Diantaranya GPS, baterai, accelerometer, gyroscope, dan sensor sonar. Sementara sensor minyak diperoleh dari dalam negeri. “Hampir 80 persen komponen kita impor,” tutupnya.(Humas UGM/Ika)