Ketua Himpunan Masyarakat Peduli Transmigrasi Indonesia (HMPTI), Dr (Hc). Ir. Siswono Yudo Husodo menilai untuk saat ini program transmigrasi yang berorientasi pada persebaran penduduk dengan alasan masyarakat yang sedentary sudah tidak relevan lagi. Sebab suku-suku yang tadinya sedentary, kini mobilitasnya telah meningkat signifikan.
“Upaya penyebaran penduduk tidak tepat lagi, jika dilakukan dengan alasan karena kondisi ditempat asal, namun akan lebih tepat bagaimana membuat daya tarik ditempat tujuan”, ujarnya di University Center UGM, Rabu (11/9) saat menjadi pembicara Seminar Ketransmigrasian bertema “Revitalisasi Transmigrasi Indonesia” hasil kerjasama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Universitas Gadjah Mada.
Kata Siswono, program transmigrasi sudah saatnya mengambil kebijakan full factor, bukan lagi push factor. Dengan kebijakan push factor, Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) mestinya menjadi lokasi yang menjanjikan, diantaranya tanah yang subur, infrastruktur jalan baik, terdapat fasilitas kesehatan dan pendidikan.
“Inilah yang kini menjadi tugas pemerintah untuk tidak boleh lagi muncul UPT-UPT bermasalah, dan tugas utamanya sekarang adalah meniadakan UPT-UPT bermasalah”, papar Menteri Negara Perumahan Rakyat pada Kabinet Pembangunan V, 1988-1993 dan Menteri Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan VI, 1993-1998.
Terhadap Revitalisasi Program Transmigrasi, Siswono berharap program revitalisasi transmigrasi tetap berorientasi pada pertanian. Sebab harga pangan cenderung terus meningkat. Kecenderungan ini tentu menjadi peringatan sekaligus ancaman bagi hampir negara-negara seluruh dunia.
“Pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan, sementara jumlah lahan perkapita mengalami penurunan. Artinya stok pangan dunia akan mengalmi penurunan seiring langkah yang diambil oleh negara pengekspor pangan dunia untuk melindungi rakyat negaranya masing-masing”, tuturnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Trasmigrasi, Ir. Roosari Tyas Wardani, MMA mengungkapkan ditengah upaya merevitalisasi program transmigrasi agar lebih menarik, program transmigrasi sesungguhnya telah banyak mencapai kemajuan. Lebih dari 20 juta warga transmigran dan anggota keluarganya kini hidup mandiri di kawasan-kawasan transmigrasi dari Aceh hingga Papua.
Pada saat terjadi kerentanan penyediaan pangan, transmigrasi melakukan aksinya dengan mengembangkan sumberdaya lahan bagi usaha-usaha produktif hingga mencapai 4 juta Ha. bahkan sebagian telah menjadi sentra-sentra produksi pangan dan perkebunan dan menjadikan posisi Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia.
“Kurang lebih 37 persen kawasan transmigrasi telah menjadi sentra produksi pangan, serta memberikan kontribusi terhadap produksi beras nasional sebanyak 8,4 juta ton”, ungkap Roosari Wardani.
Ditambahkan Roosari Wardani, di saat wilayah perbatasan digerogoti bangsa asing, transmigrasi pun hadir dengan menempatkan transmigran di wilayah tersebut hingga pulau-pulau terluar. Di saat implementasi otonomi berlangsung meluas, transmigrasi memberi dukungan penguatan.
“Melalui transmigrasi kini telah terbentuk 1.183 desa baru, 382 kecamatan baru, 103 kabupaten/kota baru dan satu ibukota propinsi, yaitu Mamuju di Sulawesi Barat. Tidak kurang juga 50.025 kilometer jalan telah dibangun, jembatan sepanjang 40.551 kilometer hingga ribuan sekolah dasar, pusat kesehtaan dan dermaga”, tambahnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc menyatakan transmigrasi menjadi solusi bagi pembangunan NKRI. Karena itu, usulan visi transmigrasi kedepan adalah menjadikan transmigrasi memiliki keunggulan wilayah dan masyarakat di kawasan transmigrasi yang harmonis, tangguh dan sejahtera. “Reorientasi konsepnya transformasinya ke voluntery migration atau migrasi sukarela dengan berpinsip cultural harmony yaitu menjaga keharmonisan budaya, serta mengarah pada pemenuhan kebutuhan, demand driven”, katanya. (Humas UGM/ Agung)