Melihat bulan sabit diatas Mesir di suatu malam, Trias Kuncahyono, wartawan Kompas segera mengabadikan momen itu. Sebagai penulis buku Tahrir Square: Harapan Damai Pergolakan Mesir, iapun berharap bulan sabit itu suatu ketika akan penuh bulat bersinar.
Begitulah Trias Kuncahyo bercerita sekaligus berharap tentang proses damai di Mesir. Ia meyakini suatu saat Mesir akan menemukan kondisi damai yang seutuhnya.
“Ya, bulan itu hanya kecil melengkung, tapi saya yakin suatu ketika akan bulat penuh. Demikian juga proses damai di Mesir saat ini”, ujarnya di Auditorium FIB, Kamis (12/9) saat digelar bedah buku karya tulisannya.
Trias Kuncahyono mengakui bila buku karyanya merupakan buku tulisan seorang wartawan yang memiliki sudut pandang berbeda dari para pengamat politik ataupun para pakar Timur Tengah. Dengan pendekatan jurnalistik, buku Tahrir Square: Harapan Damai Pergolakan Mesir karyanya merupakan hasil pengamatan langsung, melakukan reportase, direkam dan ditulis menjadi buku.
“Semua bermula dari aksi reformasi di tahun 2011, di Tahrir Square yang merupakan pusat pergolakan. Dimana di saat Husni Mubarak masih berkuasa, rakyat menginginkan perubahan, seperti yang terjadi di Tunisia”, katanya.
Trias bercerita, krisis Mesir berawal dari keinginan sekelompok anak muda yang menginginkan kebebasan dan kemerdekaan. Mereka dengan memanfaatkan media teknologi informasi, seperti BBM, Email, Yahoo messenger, jejaring sosial dan lain-lain berhasil menghimpun kaum muda untuk melakukan tuntutan pada pemerintah. “Mereka menginginkan kebebasan politik, kemakmuran dan martabat, revolusi saat itu bisa digambarkan separo militer, separo rakyat. Para muda ini bergerak tanpa bendera, tanpa kelompok, tanpa partai dan mereka tidak memandang dari mana”, imbuhnya.
Dari buku karya Trias dan mengamati perkembangan Mesir, dosen Jurusan Hubungan Internasional UGM, Dr. Siti Muti’ah Setiawati mengungkapkan jika budaya mobilisasi massa terus dilakukan di negara tersebut, maka pergolakan di Mesir tiada kunjung selesai. Apalagi di setiap gerakan senantiasa melibatkan militer, dan kondisi terakhir Mesir memperlihatkan bila militer memberikan fasilitas pada rakyat yang berlawanan dengan Presiden Morsi. “Setiap kali keterlibatan militer dalam politik selalu akan mencederai”, paparnya. (Humas UGM/ Agung)