YOGYAKARTA – Direktur Utama Perum Percetakan Uang RI (Peruri), Prasetio, berhasil memperoleh gelar doktor ilmu hukum setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum UGM, Sabtu (21/9). Bertindak selaku promotor Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S., dan Ko-promotor Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D.
Disertasinya mengenai Business Judgement Rule dalam Perseroan Terbatas, Prasetio mengatakan Business Judgement Rule (BJR) adalah salah satu dari beberap doktrin dalam hukum perusahaan yang harus dijalankan oleh Direksi perseroan terbatas guna memenuhi fiduciary duty. “Doktrin BJR dikonsepkan untuk melindungai kepentingan direksi dari pertanggungjawaban atas setiap keputusan bisnis atau korporasi yang mungkin dapat mengakibatka kerugian bagi perseroan,” kata Prasetio.
Prasetio menambahkan, BJR yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas merupakan landasan hukum yang sekaligus perlindungan hukum bagi pribadi direksi perseroan dari sangkaan aparat penegak hukum sepanjang direksi dimaksud memiliki kualitas yang tinggi dalam memahami dan mengimplementasikan doktrin BJR baik dari sisi integritas, disiplin terhadap proses maupun kompetensinya.
Namun demikian, ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan mengenai kekayaan negara, uang negara dan kerugian negara telah memberikan ketidakpastian bagi para direksi persero dalam mengambil suatu keputusan. “Dalam prakteknya telah terjadi pengabaian doktrin BJR. Pengabaian ini menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengakibatkan para direksi menjadi khawatir dan takut dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Kekhawatiran tersebut menurut Prasetio berdampak pada penundaan bahkan peniadaan pengambilan keputusan yang dapat menyebabakan terhentinya perkembangan persero. “Persero menjadi stagnan bahkan mundur dalam sistem perekonomian,”tambanya.
Oleh karena itu,ia menyarankan pengertian kekayaan negara dalam UU BUMN perlu diubah menjadi kekayaan negara yang telah dipisahkan dalam BUMN sehingga bukan kekayaan negara sebagai diatur dalam fatwa Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006. Dengan demikian, apabila terjadi kerugian atas perseroan/BUMN maka mekanisme pertanggungjawaban wajib ditempuh lewat UU perseroan terbatas yakni melalui mekanisme rapat umum pemegang saham yang menguji intelektualitas dan integritas direksi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)