Interaksi langsung dengan masyarakat dan wilayah penting dilakukan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Dari interaksi tersebut dapat diperoleh profil wilayah dan diketahui potensi yang ada sehingga program yang disusun diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Ir. Gatot Murdjito, M.S., dalam seminar Darma Pengabdian Mensinergikan ABGC Untuk Pemberdayaan Masyarakat dan Meningkatkan Mutu Pendidikan, Senin (30/9) di Auditorium Fakultas Peternakan UGM. Kegiatan tersebut digelar Fakultas Peternakan UGM dalam rangka purna tugas Ir. Gatot Murdjito, M.S.
“Dengan membuat profil kita akan tahu kondisi wilayah dan budaya masyarakatnya kemudian kita petakan. Dengan ini kita bisa membuat rencana program apa yang bisa meningkatkan pendapatan dengan kondisi budaya dan tingkat pendidikan mereka,” urainya.
Dengan mencari apa yang menjadi kepentingan masyarakat, membuat program yang menjadi kepentingan mereka, dikatakan Gatot akan memunculkan partisipasi dan rasa memiliki pada masyarakat. Dengan begitu program pengabdian masyarakat bisa terlaksana di masyarakat hingga target tercapai.
“Sosialisasikan hasilnya dengan bahasa mereka tentang kondisi mereka, apakah betul demikian?Kalau ada yang salah, bagaimana benarnya menurut mereka harus kita dengarkan dan perbaiki,” kata Koordinator KKN Keistimewaan DIY ini.
Menurutnya pemberdayaan masyarakat semestinya ditekuni dan dikembangkan dengan profesional. Pasalanya program tersebut dapat mendorong tumbuhnya sosial enterpreneusrhip yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, lanjut Gatot, perlu dilakukan sinergi antar berbagai pihak. Tidak hanya perguruan tinggi, akan tetapi juga dengan industri, pemerintah, dan juga komunitas. Seperti yang telah dilakukan saat ini UGM bersama dengan sejumlah perguruan tinggi lain di Yogyakarta bersinergi bersama dengan pemerintah daerah dan provinsi DIY, industri dan komunitas dalam program pemberdayaan masyarakat keistimewaan DIY untuk mengurangi kemiskinan dan kerawanan pangan.
“Pelaksanaan program tersebut melibatkan masyarakat dalam semua proses secara intensif dalam berbagai hal. Jadi masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai obyek saja, tapi ikut aktif didalamnya,”ujar pria kelahiran Kutoarjo, 65 tahun silam ini.
Program pertama yang dilakukan dengan melakukan identifikasi potensi, situasi, masalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Selanjutnya melakukan pendampingan atau fasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam rangka mempersiapkan langkah menuju kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru sesuai dengan tipikal kawasan. Terakhir dari hasil pemetaan dilakukan formulasi program pusat pertumbuhan ekonomi baru.
“Pemberdayaan masyarakat dilakukan di delapan desa yang berada di wilayah Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Sleman,”jelasnya.
Bagi masyarakat program pemberdayaan ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu juga dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan tanpa tergantung pemerintah pusat. Sedangkan untuk pemerintah daerah, program pemberdayaa akan mendukung peningkatan di sektor pertanian menuju ketahanan pangan dan pasokan pangan setempat. Juga peningkatan di sektor industri kecil dan menengah dan sektor wirausaha. (Humas UGM/Ika)