YOGYAKARTA – Proses pembakaran batu bara selalu meninggalkan limbah dari hasil sisa pembakaran dalam bentuk abu layang dan abu dasar. Tidak heran, di banyak industri dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai sumber bahan bakar kerap jadi sumber pencemaran polusi udara. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah sekitar, polusi abu layang batu bara menyebabkan gangguan pernapasan karena limbah tersebut tidak tertangani dengan baik.
Kenyataannya, tidak semua limbah pencemaran dari pembakaran batu bara ini diolah dengan baik. Menurut Dosen Universitas Negeri Semarang Widi Astuti, alat pengolahan limbah tersebut cukup rumit karena menggunakan metode aerob dan anaerob. “Waktunya yang lama, mahal dan rumit,” kata Widi Astuti dalam ujian terbuka promosi doktor di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Sabtu (28/9). Bertindak selaku promotor Prof. Ir. Made Bendiyase, M.Sc., Ph.D, dan Ko-promotor, Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni, M.Si., dan Ir. Agus Prasetya, M.Eng.Sc., Ph.D.
Dari hasil penelitiannya selama 4 tahun, Widi Astuti menguji karakter dual site adsorben abu layang batubara terhadap adsorbsi ion Pb(II), metil violet dan Benzena dimungkin bisa dibuatnya alat dengan biaya murah dan mudah dipalikasikan. “Memang belum sampai ke alatnya, saya baru menguji karakter adsorbennya,” ujarnya.
Pengembangan adsorben ini menurutnya mampu menyerap polusi abu layang batu bara dengan menggunakan adsorbs ion Pb (II), metal violet dan Benzena. “Abunya diolah sebagai adsorben. Bisa menyerap kontaminan di limbah cair. Nantinya juga bisa digunakan pada industri elektronika, industri batik, dan industri tinta,” katanya.
Abu layang batubara tersusun atas unburned carbon yang berpori serta mineral yang mengandung berbagai oksida terutama SiO2 dan Al2O3 yang mempunyai situs aktif. Hal ini memungkinkan abu layang dapat digunakan sebagai adsorben. Keberadaan unburned carbon dapat menimbulkan dua kemungkinan pada proses adsorbsi yakni sebagai pengotor yang menutup situs aktif SiO3-AlO3 sehingga menurunkan kemampuan adsorbsi atau justru dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan adsorbsi abu layang.
Kemampuan adsorbsinya untuk ion Pb (II) dan metil violet menurun dengan semakin tingginya kadar unburned carbon. Hal ini karena adsorbsi ion Pb (II) dan metil violet dominan terjadi di situs aktif O dan SiO2 dan Al2O3 melalui interkasi elektrostatik. “Unburned carbon dapat menutup sebagian situs aktif yang terletak di permukaan mineral abu layang sehingga tidak dapat menyerap ion Pb (II) dan metil violet,” katanya.
Sedangkan pengaruh tingkat kristalinitas SiO3-AlO3 terhadap karakter dan kemampuan adsorbsi abu layang menunjukkan adanya tingkat penurunan kristalinitas dengan menggunakan NaOH yang dapat meningkatkan luas permukaan spesifik dan ukuran pori abu layang total. (Humas UGM/Gusti Grehenson)