Meski telah ada perluasan penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dari 76,4 juta menjadi 86,4 juta orang yang akan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di tahun 2014, namun para pekerja sektor informal masih belum tercakup di dalamnya. Karena itu menjadi tugas pemerintah untuk melaksanakan dan menjaring masukan dari berbagai pihak, mengingat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dikelola oleh BPJS Kesehatan akan dilaksanakan pada bulan Januari 2014.
“Semua penduduk Indonesia termasuk pekerjaan informal pada akhir tahun 2019 akan memiliki jaminan kesehatan, namun sayang kondisi saat ini sebagian besar pekerja sektor informal belum tercakup didalamnya”, ujar Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. Ali Ghuffron Mukti, M.Sc., Ph.D saat membuka High Level Forum Untuk Perluasan Cakupan Sektor Informal Menuju Jaminan Kesehatan Nasional di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta, (30/9).
Ali Ghuffron mengungkapkan, banyak negara di dunia yang tergabung dalam Joint Learning Network (JLN) for Universal Health Coverage (UHC) sedang berupaya menuju Cakupan Jaminan Kesehatan bagi seluruh penduduknya, termasuk Indonesia sebagai salah satu penggagas JLN bersama Filipina, Thailand, China dan Korea. Meski masih ada yang perlu disempurnakan dilapangan, jaminan kesehatan untuk pegawai pemerintah, tentara/polisi, pegawai swasta formal dan masyarakat miskin dan tidak mampu sudah memiliki mekanisme dan berjalan.
“Inilah yang menjadi tantangan saat ini bagaimana jaminan kesehatan menjangkau masyarakat yang bekerja di sektor informal, seperti petani, nelayan, pengemudi, pedagang kaki lima dan pekerja mandiri lainnya beserta anggota keluarganya”, ungkap Wamenkes.
Dikatakan saat ini terdapat sekitar 73,2 juta penduduk Indonesia dalam katagori pekerja sektor informal, diantaranya 53,2 juta mendapat upah dan 20 juta tidak mendapat upah. Data Informal Economy Study (IES) tahun 2011/2012 menyebut sekitar 31,2 juta pekerja sektor informal yang memperoleh upah tidak akan mendapat tanggungan kesehatan di tahun 2014.
Pekerja sektor informal, ini merupakan pekerja yang tidak mendapat gaji (unsalaried) dan tidak memiliki hubungan formal perusahaan-perusahaan atau disebut sebagai pekerja di luar hubungan kerja. Persoalannya, sejumlah besar dari mereka tidak masuk katagori penerima bantuan iuran, harus membayar iuran/ kontribusi kepada BPJS Kesehatan, termasuk pekerja informal yang dekat titik cut off.
Di negara lain, kata Wamenkes, kontribusi pemerintah mendorong terjadinya informalisasi yang lebih besar. Bahwa kemampuan membayar dan kemauan membayar iuran jaminan kesehatan menjadi isu yang perlu diperhatikan.
“Masyarakat belum beranggapan bahwa iuran sebagai sesuatu hal yang baik. Hal ini bisa dilihat dari masih tingginya pengeluaran langsung, out of pocket serta belum maksimalnya penggunaan fasilitas layanan. Di sektor keuangan, iuran jaminan kesehatan diperlukan untuk menjamin kebijakan fiskal yang sehat sebagai komplemen terhadap anggaran pemerintah yang terus meningkat untuk sektor kesehatan dan subsidi jaminan kesehatan masyarakat miskin”, katanya.
High Level Forum Untuk Perluasan Cakupan Sektor Informal Menuju Jaminan Kesehatan Nasional berlangsung selama 4 hari, tanggal 29 September s.d 2 Oktober 2013. Kegiatan ini diselenggarakan Center For Health Financing Policy and Insurance Management Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI, Australian AID, Joint Learning Network (JLN), GIZ dan WHO.
Dengan menghadirkan pakar di bidangnya, seperti Dr. Joseph Kutzin (WHO), Dr. Trihono (Head of National Institute for Health Research and Development, MoH), Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, M.Sc., Ph.D (UI) dan lain-lain, forum ini diharapkan menggali banyak informasi pengalaman dari berbagai negara. Selain itu dari forum ini bisa menghasilkan solusi mengatasi masalahan cakupan kesehatan semesta (UHC) untuk populasi yang sulit dijangkau. (Humas UGM/ Agung)