YOGYAKARTA – Lima Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Inter-University Consortium for Global Health (IUCGH) menjalin kerjasama dengan tiga lembaga pendidikan Jerman untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan riset bidang kesehatan. Lima perguruan tinggi tersebut adalah UGM, Undip, Unsoed, Universitas Mulawarman, dan Universitas Andalas. Sedangkan tiga perguruan tinggi dan lembaga riset dari Jerman, yakni Heidelberg University, German Cancer Research Center and Postdam Institute for Climate Impact Research.
Koordinator IUCGH, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., mengatakan lembaga pendidikan dan riset kedokteran Jerman dipilih sebagai partner strategis meningkatkan pendidikan riset bidang kedokteran. Ilmu kedokteran dan kebijakan internasional kesehatan global yang diaplikasikan di Jerman sudah lebih maju dan berkembang. “Dengan dikirimnya mahasiswa kita ke sana untuk belajar diharapkan nantinya setelah kembali bisa menghasilkan pendidikan dan riset kedokteran yang lebih berkualitas,” kata dosen FK UGM ini dalam pertemuan anggota IUCHG di kampus UGM, Selasa (1/10).
Dari kerjasama ini, diberikan juga kesempatan bagi pelajar Indonesia untuk menempuh pendidikan studi lanjut di Jerman baik pendidikan master dan doktor. “Selain hasilkan riset kompeten dari anggota konsorsium, mahasiwa dan dosen bisa juga mengambil pendidikan master, doktor dan post-doktoral,” katanya.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengatakan konsorsium kerjasama lima perguruan tinggi di tanah air ini diharapkan memberikan manfaat lebih besar bagi pengembangan pendidikan dan pengetahuan bidang kesehatan di perguruan tinggi masing-masing.
Duta Besar Jerman untuk RI, Timor Leste dan ASEAN Dr. Georg Witschel mengatakan hasil kerjasama antara PT Indonesia dan Jerman ini nantinya bisa meningkatkan standar pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia. “Karena akan banyak dihasilkan doktor bidang kedokteran yang mendukung studi pendidikan dan pelayanan kesehatan di rumah sakit,” katanya.
Kerjasama bidang bidang kedokteran dan kesehatan menurutnya merupakan terobosan baru yang dilakukan antara pemerintah Jerman dan Indonesia. Sebelumnya, kerjasama yang telah dirintis sejak 1960-an lebih banyak di bidang sains dan teknologi. Hingga sampai tahun 1980-an kerjasama difokuskan dalam pengembangan industri,energi nuklir dan teknologi pesawat terbang. Oleh karena itu, ia mengharapkan kerjasama ini bisa menghasilkan lulusan doktor berkualitas yang mumpuni dibidangnya. “Seperti Rudi Habibie (Bacharuddin Jusuf Habibie-Red) yang dulu menempuh pendidikannya di Jerman,” katanya.
Menurut pendapatnya, anak muda Indonesia saat ini harus mampu menguasai pengetahuan dan teknologi agar bisa memanfaatkan sumber daya biodiversitas Indonesia yang potensial dikembangkan untuk obat-obatan dan kesehatan. “Bidang bioteknologi dan biodiversitas sudah selayaknya dikembangkan lebih jauh,” imbuhnya.
Selain itu, sumber daya hutan hujan tropis, terumbu karang, dan hutan bakau serta potensi laut di Indonesia juga perlu dilindungi untuk kepentingan pendidikan dan pengetahuan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)