YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada pernah memiliki Dewan Penyantun di era tahun 80-an hingga pertengahan tahun 90-an. Badan pembantu pimpinan universitas ini memiliki tugas memelihara hubungan baik UGM dengan masyarakat, instansi pemerintah dan lembaga-lembaga swasta. Disamping membantu Pimpinan UGM, Dewan ini juga membantu dalam usaha mengembangkan dan memajukan universitas.
Menurut penuturan Sumarni Basarodin Marsigit, S.H, salah seorang mantan Anggota Dewan Penyantun UGM periode 1980-1994, Dewan Penyantun mewadahi tokoh-tokoh masyarakat yang menaruh minat dan mempunyai kesanggupan untuk memberi sumbangan pemikiran bagi kemajuan pendidikan dan pembangunan UGM. “Dewan ini diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul Rektor,” kata Sumarni saat ditemui Tim Oral History Programme Arsip UGM, Minggu (6/10).
Ditemui di rumahnya yang asri di Jl. Rawabuntu Utara UA. 15 BSD Tangerang, Sumarni menambahkan, keanggotaan Dewan Penyantun meliputi unsur tokoh pendidikan, budayawan, alumni, dan wanita ini terbentuk tahun 80-an dan berakhir di medium 90-an. “Masa kepengurusan Dewan Penyantun mengikuti masa jabatan Rektor,” kata wanita kelahiran Cilacap 83 tahun silam ini.
Wanita yang pernah dinobatkan menjadi hakim pertama di Indonesia ini, mengaku dirinya sering memberikan masukan kepada Rektor terkait dengan permasalahan di lingkungan internal dan eksternal. Bahkan jika ada persoalan yang dianggap serius dia tidak segan-segan menemui Rektor langsung untuk mengambil tindakan segera. “Pernah ada rencana Rektor akan membubarkan Persatuan Wanita Gadjah Mada yang sudah berdiri sejak era Rektor Prof Sardjito akan digantikan dengan Dharma Wanita, saya tolak,” kenangnya.
Masukan yang diberikan kepada pimpinan tersebut, ujar Sumarni, menjadikan pimpinan UGM selalu tanggap terhadap persoalan yang dihadapi mahasiswa dan masyarakat di luar kampus UGM. Tidak heran ia pun dinobatkan menjadi anggota Dewan penyantun paling lama. “Bagi saya ilmu itu tidak sekedar ilmiah tapi bagaimana membangun jiwa,” kata wanita yang pernah menjadi Dewan Penyantun di empat periode kepemimpinan Rektor UGM.
Kabid Database Arsip UGM Dra. Eny Kusumindarti W mengatakan penulusuran database sejarah UGM lewat wawancara dengan tokoh atau pelaku sejarah seperti Sumarni merupakan program yang kini dilaksanakan Arsip UGM untuk menambah dokumen arsip. “Program ini terus dikembangkan untuk menggali dan melengkapi memori kolektif UGM dengan harapan dapat menjadi bahan referensi dan sumber inspirasi bagi seluruh civitas akademika,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)