YOGYAKARTA – Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB). Sampai saat ini juga belum ditemukan obatnya. Penyakit yang disebabkan vektor pembawa nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini berkembang biak di daerah yang memiliki tingkat curah hujan dan kelembaban tinggi.
Tingkat pengetahuan, perilaku dan partisipasi dalam pengendalian DBD diketahui mampu mengurangi jumlah penderita DBD. Di Kota Gorontalo, berdasarkan hasil penelitian Dosen Negeri Gorontalo, Dra. Lintje Boekoesoe, M. Kes., mengatakan curah hujan mempunyai pengaruh langsung terhadap keberadaan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Populasi nyamuk tersebut tergantung dari tempat perindukan nyamuk. Jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi nyamuk. Namun demikian, faktor lingkungan fisik, sanitasi dan pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat juga menentukan.
”Di Kota Gorontalo, diketahui rata-rata total curah hujan setiap bulan mencapai 135,61 mm. Setiap peningkatan 1 mm curah hujan memberikan peluang peningkatan kasus kejadian DBD,” kata Lintje dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (12/10), pekan lalu. Bertindak selaku promotor Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc., Ko-promotor Prof. Dr. Sudibyakto, M.S.
Dari hasil kajian faktor lingkungan terhadap kasus DBD di Kota Gorontalo, Lintje menambahkan angka bebas jentik (ABJ) di kota tersebut masih di bawah standar nasional 95 persen. Hal ini menunjukkan partisipasi masyarakat masih sangat rendah. Kendati pemerintah kota sudah melakukan usaha pencegahan lewat pengasapan (termal fogging) dan larvasida serta program pemberantasan sarang nyamuk. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya pengendalian vektor DBD. “Kegiatan berbasis kelompok masyarakat seperti Dasa Wisma, PKK dan Kader kesehatan sangat diperlukan,” ujarnya.
Bahkan dalam penelitian Lintje, ditemukan sebaran kasus DBD di kota Gorontalo adalah mengelompok. Dengan demikian membuktikan bahwa perilaku nyamuk Aedes aegyptii merupakan faktor utama terjadinya penyebaran kasus DBD. “Letak rumah antar kasus DBD yang berdekatan, juga berpotensi menjadi sumber penularan,” katanya.
Dia berkesimpulan, kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik menjadi tempat berkembangbiak nyamuk. Tempat-tempat yang banyak ditemukan penampungan air seperti sampah kaleng bekas dan ban bekas selalu menjadi tempat berkembangbiak yang cukup baik bagi nyamuk Aedes aegyptii. (Humas UGM/Gusti Grehenson)