Peran pemerintah dalam bidang ekonomi masih terlihat kurang optimal. Hal tersebut terlihat dari kontribusi APBN dan APBD terhadap peningkatan kemakmuran rakyat yang masih sangat rendah. Meskipun APBN sudah mencapai Rp 1.683 triliun dan terus meningkat volumenya, namun peranannya dalam peningkatan PDB hanya sebesar 8,9 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP., dalam pidato pengukuhan Guru Besar FISIPOL UGM, Kamis (17/10) di Balai Senat UGM.
Wahyudi menuturkan peran negara masih kurang optimal karena belanja negara yang belum efektif. Untuk itu penting untuk memperkuat akuntabilitas anggaran publik untuk meningkatkan efektivitas belanja negara. Selama ini anggaran publik selalu mengalami kebocoran akibat korupsi anggaran baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Selain karena rendahnya upaya pajak, sisi pendapatan dari anggaran publik banyak digerogoti oleh mafia pajak dan berbagai penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat pemerintah. Sementara itu dari sisi belanja, korupsi politik di lembaga Banggar yang dilakukan oleh para elit Parpol, pejabat pemerintah di tingkat pusat maupun tingkat daerah mengakibatkan kebocoran yang bisa mencapai lebih dari sepertiga anggaran publik.
“Berbagai bentuk fee, kick-back membuat besaran belanja riil terus menyusut. Dalam alokasi belanja Bantuan Sosial, dana hibah, maupun penggunaan SILPA, penyimpangan masih sangat sering terjadi di daerah,” kata Wahyudi.
Dalam pidatonya yang berjudul “Memperkuat Ankuntabilitas Anggaran Publik: Agenda Kebijakan di Indonesia”, Wahyudi menuturkan bahwa tuntutan demokrasi mendorong agar setiap pejabat pemerintah mempertanggungjawabkan kinerja dan tugas-tugasnya bagi kesejahteraan rakyat. Namun dalam sistem yang berjalan di Indonesia, demokrasi belum menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat karena belum bekerjanya sistem akuntabilitas anggaran. Sistem penganggaran masih cenderung mengedepankan kinerja dengan kriteria yang terbatas pada output dan bukan outcome yang dipertanggungjawabkan kepada publik. Sistem Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), sistem Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) atau sistem audit internal masih cenderung mengedepankan prosedur formal dan bukan mengacu kepada tercapainya tujuan dari program pemerintah yang berjangka panjang.
“Untuk itu, sistem administrasi publik di Indonesia harus mampu menciptakan terlembaganya akuntabilitas anggaran yang berpihak kepada kepentingan rakyat,”tandas pria kelahiran Sleman, 19 Desember 1964 ini.
Menurutnya ketersediaan informasi mengenai prioritas anggaran pemerintah, analisis kebijakan anggaran yang komprehensif, dan debat maupun advokasi kebijakan anggaran menjadi prasyarat bagi tercapainya akuntabilitas anggaran tersebut. Secara teknis, pemerintah perlu menciptakan anggaran yang berbasis kebijakan yang memberi manfaat riil, kontrol publik atas penggunaan anggaran, akuntansi pemerintahan dan alokasi anggaran yang sistematis, serta audit eksternal yang objektif dan transparan.
Guna mewujudkan akuntabilitas anggaran, lanjutnya, perlu keterlibatan aktif warga masyarakat. Disamping itu juga adanya keterbukaan dari otoritas anggaran agar dapat menjadikan transparansi sebagai indikator penting dari pemanfaatan uang negara. “Untuk memastikan bahwa anggaran publik merupakan sarana pokok bagi peningkatan kemakmuran rakyat, belanja negara harus diarahkan kepada kebijakan dan program strategis yang bermanfaat bagi rakyat. Kalau itu gagal maka Indonesia akan terus terperangkap sebagai negara middle-income,” terangnya. (Humas UGM/Ika)