Pengenalan terhadap potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya penting dilakukan untuk membangun dan mengembangkan generasi muda Indonesia. Hal tersebut bisa dimulai dari mekanisme mikro hingga level makro sejarah bangsa. Demikian disampaikan Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc., Ph.D., saat menyampaikan pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Psikologi UGM, di Balai Senat UGM, Kamis (31/10).
Penggemblengan generasi muda menurut Kwartarini dapat dilakukan melalui enam pilar human capital yaitu intelektual, emosi, sosial, etika, spiritual dan kesehatan tanpa kehilangan jati diri kebangsaan. Sementara cara penggemblengan dipelajari melalui pengenalan dalam dunia akademik melalui penelitian dengan pendekatan psikologi indigenous.
“Pendekatan psikologi indigenous adalah cara untuk memperoleh ‘kaca benggala’ dengan presisi tinggi bagi refleksi data studi ke dalam populasinya,” jelas wanita kelahiran Semarang, 29 Juni 1963 ini.
Dalam pidato berjudul “Psikologi Indigenous : Saatnya Menentukan Mainstream Keilmuan Dari Tanah Air” , Kwartarini menyebutkan bahwa langkah pembelajaran dengan tingkat repertoar tinggi yang dilakukan secara sengaja dengan memasukkan berbagai cerita kebesaran bangsa dibutuhkan untuk memotong lingkaran aktivasi mentalitas kolonial. Selain itu juga diperlukan pengembangan program yang lekat pada setiap tahapan perkembangan anak untuk menginisiasi pola mental dan perilaku yang penuh keyakinan diri dan tidak inferior.
“Pasalnya selama ini kita banyak mengimplementasikan teori-teori psikologi barat di Indonesia. Aktivasi mental kolonial akan menjadi hambatan bagi kita untuk menjadi bernai lebihkritis dalam menerima teori-teori asing dan ini berbahaya karena memungkinkan kita mengambil kesimpulan yang secara tidak disadari bukan menjadi bagian dari populasi studi lokasi di Indonesia,” urainya.
Kwartarini berharap kedepan pola tersebut dapat melahirkan individu dan masyarakat yang kuat dalam mengenali dirinya. Melalui enam pilar human capital yang mapan dalam repertoar perilaku yang disengaja diharapkan dapat meniadakan kesenjangan karakter. “Ini saatnya untuk menentukan mainstream keilmuan dari tanah air,”jelasnya. (Humas UGM/Ika)