Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit yang menjadi penyebab kematian dini . Data WHO 2009 menunjukkan hipertensi menyumbang mortalitas serebrovaskular hingga 51 persen dan mortalitas penyakit jantung isemik sebanyak 45 persen. Sementara dari hasil survei riset kesehatan dasar tahun2007 di Indonesia prevalensi penderita hipertensi di atas usia 15 tahun mencapai 31,7 persen.
Kegiatan pengendalian tekanan darah melalui terapi hipertensi yang tepat mampu menurunkan kejadian dan angka kematian terkait kardiovaskular. Hanya saja di negara berkembang , kemajuan dan ketersediaan obat hipertensi belum berhasil mencapai pengendalian tekanan darah secara optimal.
“ Intensifikasi terapi merupakan faktor terpenting dalam pengendalian tekanan darah (TD), namun praktik ini masih kurang dijalankan dokter sehingga banyak terjadi kegagalan pencapaian target pengendalian tekanan darah,” jelas Rita Suhadi, M.Si., Apt., saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Senin (4/11) di Fakultas Kedokteran UGM.
Rita mengatakan bahwa pasien umumnya memakai obat antihipertensi yang lebih sedikit dari seharusnya. Melalui intensifikasi terapi, dokter menambah jumlah atau meningkatkan dosis obat antihipertensi pada saat tekanan darah pasien ≥10mmHg di atas target. Target pengendalian tekanan darah sesuai standar JNCVII adalah ≥140/90mmHG untuk penderita diabetes, renal, dan stroke isemik, dan ≥150/100mmHg untuk subyek dengan indikasi lainnya. “Perilaku dokter terkait dengan intensifikasi terapi sebenarnya bisa ditingkatkan melalui intervensi pemberian umpan balik pengendalian tekanan darah kepada dokter,” kata staf penagajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ini.
Saat mempertahankan disertasi berjudul “Pengaruh Peberian Umpan Balik Tekanan Darah Kepada Dokter Terhadap Intensifikasi dan Luaran Terapi Pasien Akses Hipertensi”, Rita menuturkan bahwa pemberian umpan balik tekanan darah kepada dokter terbukti mampu meningkatkan nilai intensifikasi terapi dokter. Sayangnya, aktivitas intensifikasi terapi ini belum banyak dilakukan oleh dokter sehingga pencapaian target pengendalian tekanan darah masih rendah.
“Untuk itu penting bagi para dokter untuk meningkatkan intensifikasi terapi pada pasien hipertensi yang belum mencapai target,” kata wanita kelahiran Pontianak, 13 Juli 1969.
Menurutnya untuk mendukung pencapaian target pengendalian tekanan darah pada pasien hipertensi , perlu dibuat program pengingat di rumah sakit. Adanya program pengingat pada saat pengendalian tekanan darah di atas target bermanfaat untuk mengingaktkan dokter untuk mengintensifikasi terapi pada pasien yang memenuhi persyaratan dan mencapai luaran terapi yang lebih baik . Program dapat dintegrasikan dengan sistim informasi medik berbasis komputer. (Humas UGM/Ika)