Jaringan Ahli Sastra Asia Tenggara perlu dibentuk untuk meningkatkan prestasi sastra di tingkat internasional. Sebab selama ini belum ada wadah atau asosiasi yang menaungi ahli-ahli sastra di Asia Tenggara.
Dr. Ida Rochani Adi, SU, selaku Ketua Pembentukan Jaringan mengatakan pembentukan asosiasi menjadi kebutuhan untuk membahas hal-hal akademis sastra yang berskala internasional di Asia Tenggara. Selain itu, menjadi sarana agar ahli-ahli sastra Asia Tenggara mampu tampil dan berkecimpung diantara ahli sastra dunia.
Association of Southeast Asia Literary Scholars (ASALS) yang akan dibentuk, kata Ida Rochani Adi, diharapkan mampu menjembatani arus keilmuan kesastraan antarnegara di Asia Tenggara mengingat pemikiran, teori dan metodologi ilmu sastra di seluruh dunia sekarang ini berkembang sangat pesat. “Asosiasi dibentuk bagaimana nantinya mampu mengangkat ahli-ahli sastra Indonesia melalui Asia Tenggara. UGM menjadi inisiator pembentukan asosiasi karena selama ini banyak mahasiswa sastra di Indonesia mengacunya pada ahli-ahli sastra Amerika dan Eropa”, katanya, di ruang sidang pimpinan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jum’at (8/11).
Memberi keterangan menjelang penyelenggaraan Seminar Internasional dan Pembentukan Jaringan Ahli Sastra Asia Tenggara dengan teman recent Issues Concerning Literature and Literary Studies in Southeast Asia, Ida Rovhani Adi mengungkapkan tidak banyak pakar sastra asal Indonesia maupun negara Asia Tenggara yang melakukan kajian sastra yang lolos dimuat di jurnal-jurnal internasional. Lagi-lagi persoalan bahasa menjadi alasan klasik dan disebut-sebut sebagai kendala minimnya kajian tersebut.
“Disayangkan, kajian soal sastra Indonesia maupun negara Asia Tenggara lainnya justru dilakukan oleh pakar-pakar sastra asal Prancis maupun Eropa lainnya. Semestinya, pakar-pakar sastra asal Indonesia atau Asia Tenggara sendirilah yang melakukan kajian semacam itu,” ungkapnya.
Seperti karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer, justru lebih banyak diresensi atau dikaji oleh ahli-ahli sastra asing yang bukan berasal dari Indonesia atau negara Asia Tenggara lainnya. Begitu pula karya-karya yang lebih kekinian, seperti novel ‘Ayat-ayat Cinta’ karya Habiburrahman El Shirazy, hingga ‘Laskar Pelangi’ milik Andrea Hirata.
Hal tersebut, dalam pandangan Ida, sesungguhnya bukan sekedar persoalan bahasa. Dalam kajian lebih mendalam, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga suatu tulisan atau kajian bisa dimuat di jurnal internasional. “Hal itulah yang menjadikan para ahli sastra asal Asia Tenggara kurang dikenal di dunia internasional. Karenanya dalam asosiasi nantinya dilakukan pertemuan secara periodik dan melakukan riset bersama, seminar dan workshop serta membuat jurnal,” terangnya.
Sebanyak 10 negara di Asia Tenggara sudah menyatakan kesediaan bergabung dengan Association of Southeast Asia Literary Scholars. Beberapa negara diantaranya akan hadir dalam seminar Internasional Recent Issues Concerning Literature and Literary Studies in Southeast Asia yang akan berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya UGM, tanggal 15 s.d 17 November 2013. Seminar akan mengudar gagasan mengenai isu kekinian sastra di Asia Tenggara dengan menghadirkan Ahli sastra asal Asia Tenggara, Dr Ida Rochani Adi SU (Indonesia), Prof Dr Muhammad Haji Salleh (Malaysia), dan Dr Hope Sabanpan-Yu (Filipina). (Humas UGM/ Agung)