YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada terus berbenah diri untuk meningkatkan kompetensi para lulusannya. Salah satunya, menerima masukan dari pihak pengguna tenaga kerja dari lulusan UGM. Strategi ini menurut wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. dr. Iwan Dwi Prahasto, M.Med.Sc., Ph.D., dalam rangka pengembangan proses pembelajaran agar lebih relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat. “Kemampuan lulusan tidak selalu gayut pada kebutuhan pemerintah dan industri tapi juga lulusan yang diinginkan masyarakat,” kata Iwan saat memberikan sambutan dalam Talkshow ‘Kupas Tuntas Alumni UGM di Dunia Industri’ yang berlangsung di BNI UGM Food Park, Jumat Malam (8/11).
Hadir dalam talkshow tersebut Vice President Human Resource Operation Pertamina Setyo Wardono, Corporate Human Capital and Brand Management Astra International, Lorentius Galuh Saputra, dan CEO Square Enix Smilework, Hiroaki Kanamaru.
Tidak hanya kompetensi akademik para lulusan saja ditingkatkan. Iwan menambahkan kondisi fisik dan kesehatan para lulusan disiapkan lebih prima sejak mereka jadi mahasiswa. Hal itu dilakukan untuk mengurangi para lulusan yang gagal diterima kerja karena faktor kesehatan. “UGM tengah menyiapkan program Blue Campus, agar kampus ini bebas emisi. Kita juga punya 2.000 sepeda yang bisa digunakan kapan saja, menciptakan suasana lebih asri di kampus,” katanya.
Bahkan untuk kebutuhan menu kuliner, UGM juga membangun beberapa kantin yang khusus menyediakan menu makan yang memiliki nilai gizi yang sehat dan berimbang. “Salah satunya kantin BNI Food park ini,” ujarnya.
Menanggapi rencana UGM dalam pengembangan proses pembelajaran tersebut, Lorentius Galuh menyampaikan masukannya lewat pengalaman dirinya dalam merekrut calon pegawai di Astra. Menurutnya, kegagalan utama para job seeker saat melamar kerja biasanya terhenti pada tahap psikotes karena lemahnya kemampuan soft skill. “Di Astra dari 100 pelamar hanya 5 orang yang bisa lolos. Soft skill jadi masalah utama SDM di Indonesia,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Setio Warjono yang mengaku di Pertamina umumnya pelamar gagal pada tahap ujian psikotes. “Jumlahnya cukup besar, lebih dari 50 persen,” imbuhnya.
Dia menambahkan rata-rata para pelamar minim pengalaman dalam kepemimpinan karena jarang mengikuti kegiatan kepemimpinan dan organisasi. “Soalnya di Pertamina ada tahapan wawancara dengan Direksi. Jika pelamarnya percaya diri, pimpinan kami sangat percaya,” katanya.
Selain kompetensi teknis dan kepemimpinan, kondisi kesehatan pelamar juga sangat menentukan bagi keberhasilan bisa bekerja di Pertamina. “Gagal tes kesehatan jumlahnya juga cukup besar. Banyak anak muda fresh graduate memiliki kolesterol tinggi,” tuturnya.
Berbeda dengan Kanamaru. Pria asal Jepang ini menceritakan pengalamannya saat mendirikan perusahaannya di Indonesia. Saat itu, ia sempat beranggapan sulit menemukan orang Indonesia yang layak untuk dijadikan manajer perusahaan. Namun setelah menerima salah satu alumnus UGM, ia kini balik percaya lulusan dari Perguruan Tinggi Indonesia juga memiliki kemampuan dalam bidang manajemen. “Awalnya pesimis, sejak saya mengangkat lulusan UGM jadi manajer. Saya percaya, di sini (UGM-red) ada kompetensi di bidang manajemen,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)