YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada dan Martha Tilaar Group sepakat melakukan riset bersama pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk keperluan kosmestika dan obat. Hal itu mengemuka usai Penandatanganan Nota Kesepahaman Kerjasama Rektor UGM Prof. Dr. Patikno, M.Soc., Sc dengan pendiri Martha Tilaar Group, Dr. Martha Tilaar, di ruang sidang pimpinan, Gedung Pusat UGM, Jumat sore (22/11).
Ruang lingkup kerjasama ini meliputi bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan memaksimal potensi masing-masing dalam rangka melengkapi kebutuhan pengembangan sumber daya manusa, pengetahuan dan jaringan.
Pendiri Martha Tilaar Group, Dr. Martha Tilaar, mengatakan, lebih dari 30 ribu jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia, namun hanya 7000 jenis yang diidentifikasi memiliki potensi tanaman untuk kesehatan, obat-obatan, dan kosmetika. Potensi keanekaragaman hayati tersebut belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Saya sudah lebih 44 tahun berusaha hasilkan inovasi dan kreasi yang berkesinambungan dari potensi hayati ini,” kata Martha Tilaar yang didampingi Prof. Dr. AleX Tilaar, Salah sati pendiri Martha Tilaar Group, dan Direktur Utama PT. Martina Bento Tbk, Bryan David Emil.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk bahan kosmetika yang sesuai dengan kondisi kulit masyarakat yang tinggal di wilayah tropis yang dilakukan marta Tilaar Group, katanya, diambil dari hasil budaya dan kearifan leluhur masyarakat. Awalnya, banyak reaksi negatif yang diterimnay saat pertama kali mendirikan industri produk kosmetika khas Indonesia ini, namun ia tetap tegar dan nekat. “Saya selalu percaya, usaha yang konsisten selalu menghasilkan sesuatu yang berkmakna, tidak hanya buat ekonomi masyarakt kecil tapi juga buat ekonomi bangsa,” tuturnya.
Sampai saat ini, kata Martha, perusahaan yang didirikan bersama sang suami, Alex Tilaar itu tetap konsisten memanfaatkan tanaman khas indonesia. Produknya pun, tidak hanya dijual di dalam negeri namun sudah dipasarkan ke mancanegara. “Sebagai negara pemilik Megabiodiversity kedua terbesar dunia, kita seharusnya bisa membuktikan secara nyata bahwa kita bisa memanfaatkannya bukan hanya ungkapan semata-mata,” katanya.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., menuturkan kerjasama ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan industri nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan multinasional. Kolaborasi riset antara perguruan tinggi dan industri dalam meningkatkan pengetahuan dan teknologi diharapkan bisa menghasilkan produk yang lebih unggul yang bisa bersaing di pasar internasional. “Kami siap menawarkan sebuah riset dan pengembangan yang lebih efisien. di UGM memiliki riset yang penuh komitmen yang dihasilkan para dosen dan mahasiswa S1,S2 dan S3. Ini adalah energi yang luar biasa,” tuturnya.
Menurut Rektor, pangsa pasar penjualan obat tradisional di dalam negeri kini diperkirakan mencapai omset Rp 20 triliun, bahkan pasar kosmetika sekitar Rp 40-an triliun. Karenanya, Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi perusahaan asing. “Di era globalisasi sekarang ini, tidak ada lagi pasar dometik, penjualan kosmetik pinggir jalan pun, bisa jadi sudah jadi pasar produk asing,” katanya.
Selain di bidang riset, tambahnya, UGM juga menawarkan kerjasama program teaching industries untuk mendekatkan industri dengan mahasiswa dalam mendukung pengembangan kompetensi softskill mahasiswa. (Humas UGM/Gusti Grehenson)