YOGYAKARTA – Kegigihan dan konsistensi dalam mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk kegiatan pelestarian lingkungan hidup, mengantarkan Dosen Fakultas Teknik UGM, Prof. Dr. Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA, memperoleh penghargaan Satyalencana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 2013. Pasalnya, Sunyoto dinilai konsisten dalam pelestarian lingkungan hidup dalam rentang 10 tahun terakhir. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI Boediono di Istana wakil presiden, Kamis (28/11), dalam acara puncak peringatan cinta puspa dan satwa.
Dihubungi via telpon, Sunjoto mengatakan dirinya cukup senang dan bangga atas penghargaan ini. Baginya, penghargaan makin mamacu dan memotivasi dirinya untuk terus berkiprah dan memberikan perhatian dalam upaya pelestraian lingkungan hidup. Salah satunya menggalakkan metode konservasi air yang sudah lama dikenalkannya ke masyarakat dan pengambil kebijakan.
Ditanya terkait kiprahnya dalam kegiatan pelestarian lingkungan hidup, pria kelahiran Magetan, 66 tahun silam ini, menuturkan dirinya selama lebih dari 20 tahun melakukan pengembangkan metode-metode perbaikan lingkungan hidup yang sederhana mudah, murah namun handal lewat temuan metode perhitungan dan komputasi saintifik. Empat metode yang ia ditemukan tersebut adalah cegah defisit air, cegah intrusi air laut, cegah badan air tercemar dan cegah boros energi.
Yang menarik, keempat temuan metode tersebut tidak didaftarkan paten oleh Sunjoto dengan alasan mendedikasikan temuannya untuk pembangunan lingkungan hidup. “Sengaja saya tidak daftarkan sebagai paten, karena saya ingin disumbangkan semuanya untuk pembangunan lingkungan hidup di Indonesia bahkan di dunia,” katanya.
Metode perhitungan maupun formula komputasi konservasi air lewat sumur resapan sudah ditemukan sejak 1988. Temuan ini memberikan rasionalitas yang dapat menggambarkan keadaan alam yang sebenarnya dan akibatnya perhitungan dengan metode dan formula ini dapat menjadi lebih efisien untuk dilaksanakan bila dibandingkan dengan formula sejenis yang dikembangkan di Amerika Serikat, Australia, Jepang, Malaysia maupun Negara-negara Eropa. “Sebagai gambaran untuk data yang sama, bangunan yang dihitung dengan metode ini menghasilkan dimensi bangunan sumur peresapan air hujan yang hanya setengah sampai dengan sepertiga bila dihitung dengan metode lainnya,” katanya.
Lebih jauh Sunjoto menambahkan, salah satu temuannya untuk mencegah defisit air dilakukan lewat konservasi air hujan dengan artificial recharge yang bertujuan mempertahankan tinggi muka air tanah dan juga cadangan air tanah. Dengan pasokan sumur peresapan ini dapat menutup Kebutuhan air somestik atau kebutuhan air rumah tangga. Jadi dengan sistem resapan untuk semua air hujan yang jatuh kedalam tanah yang dibangun di halaman masing-masing akan menambah cadangan jumlah air tanah sebesar kebutuhan orang yang tinggal di bangunan halaman tersebut.
Bahkan sumur peresapan air hujan ini apabila diterapkan di daerah pantai maka sisa intrusi air laut sebesar 20 % dapat ditiadakan. “Artinya walau ada eksploitasi air tanah namun tak berdampak intrusi air laut,” tandasnya.
Dengan demikian, pengambilan air tanah di daerah pantai tanpa menyebabkan intrusi air laut dapat dilakukan dengan catatan bahwa dalam pelaksanaannya menerapkan dua metode temuannya yang tidak menambah banyak biaya pelaksanaan.
Sementara untuk metode cegah badan air tercemar, Sunjoto menegaskan temuannya ini juga mencegah tercemarnya limbah cair yang masuk ke badan air dengan cara memodifikasi aliran waste water. Selain lebih murah karena didesain dapat mengolah air bukan hanya black water namun sekaligus juga grey water seperti air dari dapur dan kamar mandi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)