Undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) telah disyahkan. Namun hingga saat ini pemerintah belum menunjukkan keseriusan dalam melaksanakan UU BPJS, padahal pelaksanaan tinggal dalam hitungan hari.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka mengatakan Indonesia membutuhkan kejelasan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Nasional Sosial (SJSN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menurutnya untuk implementasi BPJS tidak akan sulit apabila pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk melaksanakan SJSN dengan anggaran yang ada.
“Sebenarnya bukan soal dana, tetapi pada komitmen pemerintah untuk melaksanakan SJSN,” terangnya, Kamis (28/11) dalam Seminar Nasional “ Jaminan Nasional Universal: Peluang dan tantangan BPJS” di FISIPOL UGM.
Rieke menyampaikan bahwa pemerintah memiliki anggaran besar yang bisa digunakan untuk mencover jaminan sosial masyarakat Indonesia. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak melaksanakan BPJS pada 1 Januari 2014 mendatang.
“Pemerintah harus siap menanggung, kan sudah dianggarkan 57,6 triliun pertahunnya itu saja tidak akan terserap semua. Padahal hanya 25 persen yang menggunakannya, itu pun bukan yang sakit parah,” paparnya.
Hanya saja, disebutkan Rieke, saat ini pemerintah terlihat lebih suka memberikan program bantuan sosial dibandingkan memberikan kepastian jaminan sosial bagi masyarakat.
“Sekarang yang dikembangkan pemerintah adalah charity politic, sekedar belas kasihan yang dimunculkan dengan sekma bantuan sosial pada penduduk miskin agar telihat baik. Padahal rakyat lebih butuh sistem jaminan sosial nasional karena itu adalah hak dasar mereka,” urainya.
Lebih lanjut dikatakan politisi PDI-P ini dalam penjaminan kesehatan masyarakat miskin seharusnya secara keseluruhan ditutup oleh APBN. Sementara anggaran kesehatan dari APBD tidak lagi digunakan. Hanya saja dalam kenyataan saat ini terdapat 40,6 juta jiwa rakyat miskin yang jaminan kesehatannya masih dibebankan pada pemerintah daerah dengan ssumber anggaran APBD melalui skema jamkesda.
“Artinya ada double anggaran untuk program yang sama akibatnya banyak daerah yang tidak sanggup menanggung biaya jaminan kesehatan masyarakat miskin,” tuturnya.
Meskipun tidak mudah, Rieke menegaskan masyarakat harus tetap optimis untuk terus memperjuangkan jaminan sosial nasional.
Sementara dalam kesempatan itu Prof. Susetiwan, guru Besar FISIPOL UGM berharap nantinya pelaksanaan BPJS bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel. Apabila hal tersebut tidak dijalankan dikhwatirkan akan terjadi hilangnya kepercayaan di masyarakat.
“Saat tidak ada jaminan kepercayaan masyarakat makan akan sulit menyelenggarakan BPJS,” terangnya.
Susetiawan menyampaikan negara harus bisa menunjukkan kepada masyarakat BPJ dikelola secara transparan dan akuntabel. Meskipun tidak mudah, namun pemerintah harus memberikan jaminan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan BPJS.
“Ini bukan hal yang mudah karena saat ini masyarakat kita berada pada iklim distrust terhadap negara, namun tetap harus dilakukan oleh negara. Kalau terjadi kegagalan dalam pengelolaannya maka akan mengakibatkan distrust dan menjadi bencana,” terangnya. (Humas UGM/Ika)