YOGYAKARTA – Fakultas Hukum idealnya membekali mahasiswanya supaya mereka memiliki wawasan dan kecakapan hukum dalam bekerja di masyarakat. Dalam pendidikan hukum yang inovatif, para mahasiswa Hukum diarahkan untuk menjadi orang-orang yang mampu berpikir rasional, logis, jelas, tegas, dan jujur. Kemampuan tersebut dapat dicapai apabila mereka sejak awal telah dibiasakan untuk membedakan mana yang rasional dan logis, serta mana yang tidak; mana yang benar dan mana yang tidak benar menurut ilmu hukum.
“Keprihatinan kita selama ini, produk lulusan dari pendidikan Fakultas Hukum di Indonesia lebih kuat dalam hal teori. Keterampilan teknis di bidang hukum masih jauh dari yang diharapkan,” kata Dekan Fakultas Hukum UGM, Dr. Drs. Paripurna P. Sugarda, S.H., saat peluncuran buku Keterampilan Hukum: Panduan untuk Mahasiswa, Akademisi dan Praktisi, Kamis (12/12). Hadir dalam peluncuran buku hasil karya tim dosen Fakultas Hukum UGM tersebut dua orang dosen anggota tim penulis buku, yakni Dr. Sigit Riyanto, Richo Andi Wibowo, SH, L.L.M., dan Pakar Ilmu Hukum dari Maastricht University, Belanda, Prof. Fokke Fernhout.
Paripurna Sugarda, menambahkan Fakultas Hukum seharusnya jangan terlalu menitikberatkan teori-teori ilmu hukum pada mahasiswa namun juga menyeimbangkan pada keterampilan hukum dengan memberikan kasus-kasus hukum untuk diselesaikan menurut ilmu hukum. “Melalui metode pembelajaran dengan banyak studi kasus, akan ada banyak hal yang bisa dicapai mahasiswa dalam menambah kemampuannya membuat legal opinion. Mahasiswa juga semakin tahu, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan profesi hukum,” kata Paripurna.
Sigit Riyanto sependapat, dalam menjalankan profesi hukum, apsek integritas dan moral memang lebih ditekankan agar para ahli hukum tidak melanggar aturan hukum yang sudah dibuat. Menurutnya, ada tiga kemampuan yang perlu dimiliki mahasiswa, yaitu pengetahuan hukum yang cukup, kemampuan memecahkan persoalan hukum dari ilmu hukum yang dikuasai, dan kemampuan membuat pilihan dari aturan hukum yang sudah ada. “Semua yang dilakukan didasari oleh integritas dan moral,” ungkapnya.
Prof. Fokke punya pendapat lain, menurutnya saat ini kepercayaan masyarakat pada hukum di Indonesia makin lemah. Pasalnya banyak ahli hukum yang dalam mengeluarkan putusan hukum tidak merujuk pada aturan hukum. Dia merujuk pada putusan-putusan yang dibuat hakim di peradilan yang berubah dari waktu-waktu dari perkara yang sama. “Ahli hukum jarang merujuk aturan yurispudensi yang benar, kebanyakan putusan hanya berdasarkan pertimbangan yang selalu dibenarkan,” katanya.
Terkait dengan buku keterampilan hukum yang dibuat oleh Dosen FH UGM ini, Fokke menyambut baik. Menurutnya, buku semacam ini bisa dijadikan tambahan keterampilan hukum bagi calon profesi hukum. Ia menilai, pendidikan hukum di Indonesia lebih banyak mengajarkan teori daripada praktik. “Ibarat belajar berenang, kalau kita tidak ajarkan caranya, maka dia akan tenggelam,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)