Universitas Gadjah Mada terus berupaya meningkatkan energi baru dan terbarukan. Hal itu dilakukan mulai tahun 2014 dengan memperbanyak penelitian dan pengembangan dengan skala mikro maupun teknologi tinggi. “Kita akan berperan sebagai laboratorium energi terbarukan seperti biomass dan memperbanyak penggunaan energi surya mulai tahun 2014 mendatang. Ini sebagai komitmen UGM untuk memberikan contoh sekaligus mengedukasi masyarakat secara nasional,” kata Rektor, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc di sela Konggres Nasional “Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia”, di Balai senat UGM, Senin (16/12).
Kata Rektor, Indonesia saat ini membutuhkan lebih banyak lagi SDM yang mampu memproduksi energi. Dari mana saja mereka berasal, diharapkan mampu menjadi teknisi produksi energi di seluruh penjuru nusantara. “Jika teknologi sudah kita kuasai tentu juga akan dibutuhkan tenaga ahli, teknisi untuk mengembangkan dan mengoperasikannya,” katanya.
Ditambahkan, upaya-upaya UGM tersebut merupakan langkah untuk mendorong kebijakan nasional pembangunan energi secara kolektif. Tujuannya, untuk meningkatkan produktivitas energi berbahan bakar minyak (BBM). “Bersama Kementerian Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM), UGM turut berpartisipasi dalam mengurangi konsumsi energi BBM, karena menurut kami angka subsidi BBM sudah diluar kewajaran mencapai 20 persen dari total APBN atau sekitar 311 triliun rupiah,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo mengungkapkan kebutuhan energi nasional saat ini semakin meningkat, sedangkan jumlah produksi energi BBM Indonesia menurun. Kondisi ini tentu menuntut pemerintah bersinergi dengan akademisi mengatasi hal itu.
Menurut Susilo, pemerintah bisa memulai peningkatan produksi energi tersebut melalui lingkup dan teknologi berskala kecil terlebih dahulu. Karena itu, dibutuhkan inovasi teknologi yang berdasar pada tiga hal, yaitu murah, tercapai apa yang diharapkan dan mudah diakses. “Misalnya dengan menggalakan desa mandiri energi, memberdayakan bengkel-bengkel yang ada untuk menerapkan teknologi tepat guna. Saya pikir akan lebih cepat dan mudah dibandingkan melibatkan industri besar,” paparnya. (Humas UGM/Agung)