YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada memberikan Anugerah Hamengku Buwono IX kepada dua tokoh pada Dies Natalis ke-64 tahun ini. Kedua tokoh Indonesia itu, yaitu Guru Besar UI Prof. Dr. Sri Edi Swasono dan Ciptaning Utaryo. Anugerah HB IX ini diberikan pada kedua tokoh ini di Kraton Yogyakarta, Kamis (19/12) malam ini.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., kepada wartawan mengatakan, Sri Edi Swasono memperoleh Anugerah HB IX di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sedangkan Ciptaning Utaryo dibidang kemanusiaan. Dipilihnya Ciptaning Utaryo dari Yayasan Sayap Ibu, kata Pratikno, dinilai sebagai tokoh sukarelawan yang sangat giat mengurus bayi-bayi tanpa orang tua karena panggilan hati. “Keduanya terpilih setelah melewati proses seleksi dari 29 nominasi yang diajukan ke Majelis Guru Besar,” kata Rektor.
Anugerah HB IX ini, kata Rektor, diberikan kepada tokoh yang memenuhi beberapa kriteria. Keduanya dianggap sebagai tokoh yang meneruskan perjuangan Sultan HB IX sebagai tokoh dan pejuang kemerdekaan yang nasionalis, berjiwa demokrat sejati, berpendirian bahwa tahta adalah untuk rakyat, berpandangan jauh ke depan, serta bercita-cita tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan prestasi luar biasa di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kemanusiaaan dan Kebudayaan.
Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA mengatakan Sri Edi Swasono merupakan guru besar yang konsisten memperjuangkan pasal 33 UUD 1945 yang isinya ekonomi Indonesia, bukan pasar liberal tetapi ekonomi yang mensejahterakan. “Yang oleh para pelaksananya sejak Orde baru tidak mau dipahami sehingga kita hanya penumpang yang dikendarai joki dari luar. Jokinya itu adalah WTO dan celakanya pemerintah menggebu-gebu mendukung WTO. Kita bangsa yang merdeka tetapi kita tidak berdaulat,” katanya.
Sri Edi Swasono, kata Sofian merupakan tokoh yang tak berhenti mengingatkan pemerintah untuk kembali menerapkan pasal 33 UUD 1945. Sri Edi Swasono sendiri dalam kesempatan itu mengatakan, ambruknya ekonomi Amerika pada 2008 karena kesalahan teori ekonomi. Padahal di Amerika sendiri banyak peraih nobel dibidang ekonomi. Karena itulah pada pidato penghargaan HB IX Award dirinya menyampaikan pidato terkait kesalahan teori ekonomi ini. “Mari kita benahi teori ekonomi. Kalau teorinya salah maka prakteknya juga salah. Kita ini menghabiskan waktu seolah-olah teori yang berlaku seperti pendulum diantara ekonomi kerakyatan dan kapitalis,” ujarnya.
Selama ini katanya, teori ekonomi yang berlaku justru memiskinkan pemikiran manusia. Pasalnya teori yang berlaku adalah yang paling baik itu untungnya maksimal. “Ini yang mengakibatkan negara menjual kemerdekaan dan kedaulatannya,” katanya.
Sebab kata dia, di Indonesia secara hukum adalah daulat rakyat tetapi secara praktek ternyata daulat pasar. “Ini proses aboriginisasi, harus ada yang memperingatkan antara lain dengan khas kita melalui intelektualitas,” tandasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)