YOGYAKARTA – Sebagai negara kepulauan terbesar dengan pantai terpanjang di dunia, Indonesia memiliki potensi di bidang perdagangan ikan. Hingga sampai saat ini jumlah ekspor ikan Indonesia sudah tersebar ke 140 negara. Tahun 2013 ini saja, nilai ekspor perikanan Indonesia capai 3,9 milyar dollar Amerika Serikat. Namun demikian, perlindungan produk perikanan perlu diperkuat dari ancaman masuknya bibit penyakit ikan lewat pengawasan 47 UPT Badan Karantina Ikan yang tersebar di 33 Provinsi. Salah satunya dengan cara meningkatkan kompetensi SDM dengan bekerjasama dengan lembaga perguruan tinggi berkompeten.
Demikian yang mengemuka dalam penandatanganan perjanjian kerjasama antara Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM dengan Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Jumat (20/12), di ruang auditorium FKH UGM. Penandatanganan kerjasama dilakukan oleh Dekan FKH UGM, Dr. drh. Joko Prastowo, M.Si., dan Kepala BKIPM, Narmoko Prasmaji, SH, MA.
Kedua belah pihak tersebut sepakat mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penyakit ikan serta mutu dan keamanan hasil perikanan melalui peningkatana kompetensi SDM, koordinasi antar lembaga dan pemanfaatan sarana dan prasarana secara bersama.
Joko Prastowo mengemukakan, faktor keamanan sektor perikanan menjadi hal pokok dan prioritas dalam perdagangan ikan, baik keamanan aspek penjagaan aset maupun keamanan masuknya bibit penyakit ikan. Pasalnya, di era perdagangan bebas, strategi dalam upaya melindungi produk perikanan dari penyakit yang bersifat zoonosis merupakan bidang dan wilayah kerja veteriner. “Kita akan sharing pengalaman dan pengetahun. FKH UGM punya banyak ahli pakar ikan yang dibutuhkan Badan Karantina. Sementara Badan Karantina Ikan memiliki labotarium standar internasional yang bisa dimanfaatkan bagi kegiatan magang mahasiswa,” katanya.
Untuk kegiatan identifikasi tentang penyakit ikan, kata Joko, FKH UGM akan mengirim mahasiswa koasistensi untuk magang di beberapa Badan Karantina Ikan. “Harapannya bisa meningkatkan kompetensi mereka dalam penangulangan penyakit ikan,” katanya.
Sementara Narmoko Prasmaji, menuturkan, salah satu persoalan terbesar dalam peningkatan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan adalah pengawasan ancaman penyakit zoonosis pada ikan. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas produk hasil perikanan. “Ancaman terbesar itu di zoonosis. Padahal produk perikanan sangat terkait dengan kualitas ikan itu sendiri,” katanya.
Perikanan, kata Narmoko, salah satu komoditas ekspor unggulan yang dimiliki oleh Indonesia. Dia berharap suatu saat nanti Indonesia bisa menjadi negara eksportir ikan terbesar. “Kita bisa meniru Norwegia yang bisa ekspor ikan salmon ke semua negara,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Sistem Perkarantinaan BKIPM, Dr. Ir. Budi Sugianti, menuturkan jenis ikan dari Indonesia lebih banyak diekpor adalah ikan tuna dan udang. (Humas UGM/Gusti Grehenson)