YOGYAKARTA – Sepuluh tahun merantau dengan menjadi seniman musik rohani, tidak lantas menjadikan Marandus Sirait (46 tahun) lupa akan kampung halamannya, Lunban Rang, Toba Samosir, Sumatera Utara. Setelah kembali ke kampung halamannya sejak 2009 lalu, melalui media musik ini pula ia gunakan sebagai cara untuk mengajak warga kampungnya peduli pada lingkungan di sekitar Danau Toba yang dianggapnya sudah mengalami kerusakan cukup parah. “Saya hanya ingin mengajak warga ikut peduli dan memperhatikan lingkungannya,” kata Sirait usai mendapatkan penghargaan Anugerah UGM atas kiprahnya di bidang lingkungan, Kamis (19/12).
Sirait menceritakan usaha konservasi lingkungan dilakukannya lewat aktivitas menanam ribuan pohon di sekitar lahan seluas 40 hektar yang ia namakan Taman Eden. Area konservasi ini diakui Sirait untuk dijadikan percontohan konservasi lingkungan di sekitar kawasan danau toba.
Namun tidak mudah bagi Sirait melaksanakan niat baiknya tersebut. Bahkan dirinya sempat diteror oleh teman sendiri, karena selalu menolak dan menyuarakan protes keras setiap ada aksi kegiatan penebangan pohon yang merusak habitat ekosistem di hutan danau toba.
Awalnya tidak banyak warga yang mau mengikuti jejaknya. Namun, Sirait tidak pernah putus asa. Apapun tetap dilakoninya dengan berbagai cara. Para seniman pun dia ajak untuk ikut kampanye. Kesenian, kata Sirait, merupakan cara yang paling efektif mengedukasi warga untuk peduli lingkungan. “Saya juga pelajari musik dan tarian tor-tor untuk kampanye menanam pohon. Bahkan ada grup tunanetra saya ajak untuk menanam pohon,” tandasnya.
Atas kiprahnya membuka Taman Eden, ia pun banyak mendapat penghargaan dari Gubernur, Menteri Kehutanan, hingga penghargaan dari Presiden. Namun dua penghargaan dari Gubernur dan satu penghargaan dari Menteri Kehutanan ia kembalikan. Sirait mengaggap, pemberi penghargaan tidak serius terhadap perbaikan kondisi hutan di sekitar Danau Toba. “Bagi saya piala tidak berharga jika hutan di danau toba tidak ikut dilestarikan,” kata pria yang tamat SMA ini.
Penghargaan yang diberikan UGM padanya, bagi Sirait, penghargaan tersebut menunjukkan keberpihakan UGM terhadap kiprah bagi mereka yang berkecimpung di daerah terpencil. “UGM ternyata memperhatikan kami yang tinggal di sudut-sudut desa,” ungkapnya.
Selain Sirait, Anugerah UGM diberikan kepada tokoh-tokoh lainnya, seperti dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH untuk penghargaan bidang kesehatan; Prof. Dr. Daoed Joesoef di bidang pendidikan; dan Nobertus Riantiarno di bidang kebudayaan. Penghargaan tersebut diserahkan pada upacara Dies Natalis UGM ke-64 oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. (Humas UGM/Gusti Grehenson)