YOGYAKARTA – Sastra dapat merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mampu mengungkapkan problema kehidupan yang pengarangnya sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra dapat menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Dari karya sastra pula, fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Amerika Serikat pada abad ke-20 dapat diungkap melalui tiga novel karya Danielle Steel. Tiga novel tersebut adalah, Malice, The Ghost, dan Journey. Ketiga novel ini menggambarkan pada abad ke-20 budaya masyarakat Amerika memposisikan kaum laki-laki sebagai kaum yang superior dan perempuan sebagai kaum inferior.
“Kaum laki-laki adalah kepala keluarga yang harus dihormati karena posisinya sebagai pencari nafkah. Sedangkan kaum perempuan adalah istri yang mempunyai kewajihan mengurus rumah tangga, melayani suami dan mengurus anak-anak,” kata Dosen Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Satra, Universitas Nasional, Jakarta, Dra. Sylvie Meiliana, M.Hum dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Ilmu dan Budaya (FIB) UGM, Selasa (31/12).
Penyebab KDRT kian marak di Amerika waktu itu, yakni masih adanya persepsi masyarakat yang menanggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai hal privat. “Terdapat masyarakat yang memandang fenomena ini dari sudut pandang patriarkhis. Itulah sebabnya kekerasan dalam rumah tangga terus menjadi fenomena yang tak terselesaikan,” ujarnya.
Selain itu, ajaran agama juga jadi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Amerika. Dari sudut pandang patriarkhis, ajaran agama Kristen seakan-akan berpihak kepada kaum laki-laki dengan memberikan posisi yang lebih tinggi kepada laki-laki. “Padahal apabila ditinjau lebih jauh, ajaran agama ini memberikan posisi yang setara antara laki-laki dan perempuan seperti diungkapkan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan tidak ada beda,” katanya.
Keadaan ini, sambung Sylvie, kemudian membuat perempuan korban KDRT berusaha menyembunyikan kekerasan yang dialaminya. “Fenomena ini tidak pernah terselesaikan walaupun berbagai upaya dilakukan,” imbuhnya.
Sebagai novelis perempuan Amerika, kata Sylvie, Danielle Steel berperan sebagai juru bicara kelompoknya yakni kaum perempuan feminis Amerika yang memperjuangkan kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Lebih jauh Sylvie menambahkan, tiga novel Danielle Steel menggambarkan pandangan dunia pengarang terhadap kekerasan dalam rumah tangga. “Dalam hal ini pengarang berhasil memunculkan pandangan dunianya dalam produk sastra yaitu novel,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)