Dosen merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan terkait tugas dan tanggung jawab, peran dosen sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional: mencerdaskan kehidupan bangsa; meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang meliputi kualitas iman/taqwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur dan beradab.
Meski begitu dalam melaksanakan tugas dan pemenuhan kinerja, dosen menghadapi beberapa masalah di antaranya masalah profesionalisme. Laporan Asosiasi Dosen Indonesia tahun 2009 menyebut sebagian besar dosen Indonesia belum melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. Hal ini dikarenakan sebagian dosen masih menjadikan profesi dosen sebagai simbol status yang tidak ditekuni sebagaimana profesi yang lain.
Demikian dikatakan Abdul Rahman Saleh di Fakultas Psikologi UGM, Senin (13/1) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor. Mempertahankan desertasi Faktor Personal Yang Mempengaruhi Kinerja Dosen, dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mengatakan hal lain yang mengganggu kualitas dan profesionalisme dosen ialah kualifikasi pendidikan. “Karena hampir 45,08 persen, dosen belum memenuhi kriteria kualifikasi pendidikan S2/S3”, katanya.
Gangguan profesionalisme dosen, kata Abdul Rahman, juga dari kebiasaan ngamen atau moonlighting demi mencukupi kebutuhan finasial karena gaji yang kurang memadai. Mereka pun menjadi pejabat di lembaga-lembaga pemerintahan hingga mengurangi minat menjadi dosen, dan sebagian lain menjadi pengusaha, pedagang atau pencari objek lainnya yang berakibat kurangnya waktu untuk persiapan mengajar.
“Belum lagi jika tugas-tugas lain juga menjadi tupoksi dosen seperti penelitian dan pengabdian masyarakat disertakan. Bayangkan jika seorang dosen mengajar lebih dari 20 sks, maka dapat diartikan dosen yang bersangkutan nyaris tidak lagi memiliki kesempatan pengembangan kompetensi akademik dan profesionalnya”, katanya.
Menurut Abdul Rahman, secara teoritik terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi, yaitu faktor personal dan faktor lingkungan (situasi). Faktor personal mencakup kemampuan mental umum, kepribadian, kapabilitas individual, dan ketrampilan. Faktor situasi meliputi dukungan dan situasi lingkungan dan organisasi yang dipersepsi oleh individu yang dipandang sebagai fasilitator bagi pencapaian kinerja yang efektif.
“Merujuk teori JD-R yang digunakan dalam penelitian ini, kinerja individu dihasilkan melalui dua tahap, yaitu tahap sumber daya dan tahap motivasional”, tutur pria kelahiran Sibolga, 23 Agustus 1972. (Humas UGM/ Agung)