YOGYAKARTA – Christian Nidyaputra Octarino adalah salah satu lulusan UGM yang ikut diwisuda pada program pascasarjana UGM, Kamis (23/1). Diantara 940 lulusan, dia merupakan salah satu wisudawan yang dinobatkan peraih nilai IPK sempurna yakni 4,00. Nilai IPK tersebut ia peroleh dengan hanya menyelesaikan studi dalam waktu 1 tahun 10 bulan di prodi S2 Arsitektur, Fakultas Teknik.
Christian, begitu ia sering disapa mengaku tidak pernah menyangka akan mencapai nilai IPK 4,00. Pasalnya, dia termasuk mahasiswa yang santai dalam belajar. Pria yang memiliki hobi olahraga dan musik ini mengaku prestasi akademik yang diperolehnya tersebut berkat kedisplinannya dengan selalu hadir perkuliahan dan tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. “Begitu dapat tugas dari dosen, saya akan langsung kerjakan, dan yang pasti harus tepat waktu sesuai dengan deadline yang diberikan oleh dosen,” kata pria yang sehari-hari mengenakan kacamata ini.
Memiliki passion di bidang arsitektur menjadi modal berharga bagi Christian untuk mengantarnya menjadi lulusan terbaik pada wisuda kali ini. Waktunya studinya pun tidak selalu dihabiskan di dunia kampus. Sebaliknya, ia aktif bersama dosen pembimbingnya Ir. Ikaputra, Ph.D, di kegiatan luar kampus, yakni perancangan arsitektur kawasan. “Saya bersama tim arsitektur dilibatkan dalam pembuatan rancangan pengembangan kawasan Waisai, Ibu Kota Raja Ampat. Saat ini saya sedang terlibat dalam perancangan draft penataan Asrama UGM,” katanya.
Keterlibatannya dalam berbagai proyek perancangan ini diakuinya menjadi media belajar yang sangat ampuh. Dengan terjun ke lapangan dan pengalaman langsung berinteraksi dengan berbagai mitra membantunya dalam belajar di studi S2 Arsitektur. “Pengalaman terjun di lapangan inilah yang membuat saya mudah memahami materi perkuliahan”, tuturnya.
Keaktifannya terjun dalam berbagai kegiatan di lapangan juga membawa Christian bersama empat rekannya terbang ke Jepang. Di Negeri Sakura, ia mendapatkan kesempatan dalam program pertukaran pelajar seraya melakukan riset singkat dalam pengembangan hunian di kawasan stasiun di Jepang. Riset singkatnya inilah yang menginspirasinya untuk melakukan penelitian yang sama di seputar kawasan Stasiun Nguter, Sukoharjo. “Rancangannya ini berangkat dari keprihatian melihat kondisi transportasi kereta api jurusan Solo – Wonogiri yang berhenti beroperasi,” tukasnya.
Menurutnya, area di sekitar stasiun Nguter memiliki potensi dan bisa dikembangkan menjadi kawasan hunian yang nyaman di mana penduduknya dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan baik dengan bantuan moda tranpsortasi kereta api.
Penelitian tersebut akhirnya ditelurkan dalam sebuah tesis berjudul Pengembangan Kawasan Sekitar Stasiun Yang Berbasis Jalur Kereta Api (Rail Oriented Development). Lulusan yang bercita-cita sebagai konsultan arsitektur ini bahkan telah rampung membuat rancangan pengembangan area hunian di sekitar Stasiun Nguter. Dia berharap penelitian ini bisa bermanfaat di kemudian hari. “Berangkat dari tesis ini, saya berharap moda transportasi kereta api Wonogiri – Solo menjadi hidup kembali,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)