Kuliah sambil kerja sudah dilakoni perempuan asal Purworejo ini. Persisnya sejak dua tahun pertama kuliah di Jurusan Sastra Perancis, Fakultas Ilmu Budaya UGM, Esa Agita Anjani, 21 tahun, terpaksa mencari kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Pasalnyanya, kedua orang tuanya tiba-tiba menghentikan kiriman uang padanya. “Usaha Papa collapse. Papa dan Mama bilang saat itu mereka nggak bisa ngirimin uang lagi. Mereka minta supaya saya bisa hidup mandiri,” kenang anak pertama dari tiga bersaudara.
Beruntung, beasiswa dari Bidikmisi ia dapat sejak pertama kuliah di UGM tahun 2010. Esa pun tidak terlalu merisaukan keputusan orang tuanya tersebut. Meski awalnya ia sempat shock mengenai keputusan itu. Namun ia mafhum, pekerjaan sang ayah sebagai penjual kain, penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk memenuhi kebutuhan biaya hidupnya selama di Jogja, Esa memutuskan untuk mengajar les privat Bahasa Perancis yang diajari adalah mahasiswa prodi strata satu Sastra Perancis. Les privat ini dilakukan dua kali seminggu di rumah kosnya di daerah Sagan. Dari pekerjaan mengajar les privat itu, Esa menarik honor sebesar Rp 100 ribu per orang. “Waktu itu ada 3 orang dari mahasiswa Sastra Perancis UNY yang ikut les,” ujarnya.
Tidak hanya mengajar les privat, kemampuan Esa menguasai Bahasa Perancis dan Inggris ini mengundang decak kagum dari salah satu dosennya. Ia pun diminta untuk menjadi pemandu mahasiswa asing yang tengah menempuh pendidikan di The Indonesian Language and Culture Learning Service (INCULS) FIB UGM. Beberapa orang mahasiswa asal Australia dan dan Jerman pernah dipandu oleh Esa. Untuk pekerjaannya sebagai pemandu, Esa dibayar Rp 50 ribu per jam.
Esa masih ingat pengalaman unik yang pernah dialaminya saat jadi pemandu. Ketika mahasiswa asal Australia memintanya untuk menjaga 3 orang anak-anaknya. “Jadi seperti babysitter saja, tapi saya senang melakoninya. Kebetulan ibu dari anak-anak ini juga bisa Bahasa Perancis,” kata perempuan yang bercita-cita menjadi dosen Bahasa Perancis ini.
Lulus Cumlaude
Meski melakoni kuliah sambil kerja, Esa tetap tidak meninggalkan tugas utamanya untuk selalu datang kuliah tepat waktu. Bahkan dia bisa menyelesaikan masa studinya dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Esa pun dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude bersama 1.268 wisudawan yang dinyatakan lulus cumlaude pada wisuda program sarjana pada hari Rabu kemarin.
Atas prestasi akademik yang diraihnya, Esa mengaku dia ingin mempersembahkan itu sebagai ‘hadiah’ bagi ibunya, Herlina Ika Djendrasti. Salah satu pesan sang bunda pada saat awal kuliah ialah agar si sulung bisa lulus dengan nilai bagus. “Coba kamu bantu mama, kasih yang terbaik buat Mama saat kamu lulus,” kata Esa menirukan pesan ibunya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)