KABANJAHE – Selama kurang lebih satu bulan, mahasiwa UGM melakukan pendampingan bagi pengungsi yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Mahasiswa KKN PPM UGM Peduli Bencana yang berjumlah 18 orang ini ditempatkan di dua lokasi pengungsian di Kota Kabanjahe, yakni di pos pengungsian Universitas Karo (1.227 jiwa) dan pos pengungsian Gereja Katepul (290 jiwa). Selama di lokasi pengungsian, mahasiswa melaksanakan berbagai program diantaranya pelayanan kesehatan, pendidikan, trauma healing bagi anak-anak, bimbingan konseling, dan pelatihan bercocok tanam.
Ilham Isnin Dolyanov, salah seorang anggota mahasiswa KKN PPM mengatakan dari program pelayanan kesehatan, mahasiswa menemukan 5 kasus penyakit yang umumnya diderita pengungsi seperti Ispa, gastritis, diare, penyakit kulit, dan trauma. “Kita menemukan dua kasus gangguan jiwa berat namun setelah dicek bukan akibat bencana, tapi sudah menderita sakit sebelumnya,” kata mahasiswa Fakultas Kedokteran ini.
Untuk penanganan kondisi psiko-sosial, kata Ilham, para mahasiswa sudah dilatih menjadi konselor memberikan bantuan konseling bagi pengungsi yang membutuhkan. Dari hasil pendataan konseling, kata Ilham, umumnya pengungsi mengalami stress dan kejenuhan akibat sudah lebih dari 3 bulan tinggal di pengungsian. “Yang membuat mereka khawatir adalah mengenai persoalan pendidikan anak mereka,” ujarnya.
Agar pengungsi tidak mengalami kejenuhan, mahasiswa UGM melakukan berbagai kegiatan seperti mengajak pengungsi Sinabung nonton bareng film dokumenter Bersahabat dengan Merapi. Kegiatan ini bertujuan untuk menginspirasi para pengungsi agar dapat belajar dari dampak bencana erupsi Gunung Merapi Yogyakarta. Selain itu, pengungsi juga diajak untuk bercocok tanam pertanian vertikultur dan pelatihan membuat pupuk kompos. “Umumnya mereka adalah petani. Mereka merindukan aktivitas kembali ke ladang. Kita pun sengaja membuat program ini,” kata Nur Rahmah Fitria, mahasiswa KKN PPM lainnya.
Salah seorang pengungsi, Mamak Pinta, 68 tahun, mengaku sudah lebih dari 3 bulan berada di pengungsian. Perempuan yang berasal dari desa Sigarang-garang ini mengaku merindukan bisa kembali ke kampung halamannya. Apalagi desa-desa tetangganya sudah dibolehkan kembali menempati rumah mereka. “Macam mana ya, susah. Terbayang bayang di sana (kampung halaman-red.), di sini tidak ada aktivitas,” katanya sambil mengunyah sirih.
Hal yang sama disampaikan Mamak Juli Beru Sembiring, 58, asal Desa Gamber. Ibu dari 3 anak ini bersama dengan suami dan anak sulungnya tinggal di pos pengungsian Katepul. “Berdoalah ya, biar kami cepat pulang,” ujarnya.
Puluhan ribu pengungsi yang berasal dari 12 desa yang berada di bawah radius 5 kilometer dari Gunung Sinabung sampai saat ini belum boleh dipulangkan. Pengungsi tersebut berasal dari Desa Berastepu, Sibitun, Gamber, Kuta Tengah, Bekerah, Simacem, Sukanalu, Kuta Tonggal, Sigarang-garang, Kuta Rakyat, Kuta Gugung dan Lau Kawar. Sejak pekan lalu, Pemerintah Kabupaten Tanah Karo telah memulangkan pengungsi yang berjumlah 16.361 jiwa yang berasal dari 15 desa yang berada di luar radius 5 kilometer. (Humas UGM/Gusti Grehenson)