Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dipakai oleh sebagian besar masyarakat di bagian selatan Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Bahasa yang digunakan masyarakat Ciacia di etnis Laporo, Burangsai, Wabula, dan Lapandewa ini memiliki kekhasan yang unik dengan keragaman bahasanya. Bahkan, memiliki sejumlah kesamaan kualitas bunyi bahasa dan perlambangan bunyi dengan bahasa Korea.
Sandra Safitri Hanan, staf Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara mengatakan keragaman bahasa Ciacia yang berkembang di masyarakat Pulo Buton turut dipengaruhi oleh lokasi tutur bahasa. Bahasa Ciacia digunakan oleh masyarakat Pulo Buton yang terbagi dalam tiga wilayah administratif dengan dua wilayah diantaranya terpisah oleh laut.
“Wilayah tutur bahasa Ciacia di bagian selatan Pulau Buton mendapat pengaruh dari bahasa Busoa, Muna, dan Wolio,” jelasnya dalam ujian promosi doktor, Kamis (27/2) di Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Sementara itu, bahasa Ciaca yang dipakai masyarakat di bagian timur Pulau Buton banyak mendapat pengaruh dari bahasa Lasalimu dan bahasa Kamaru. Sedangkan bahasa Ciacia yang digunakan masyarakat di Pulau Binongko mendapat pengaruh dari bahasa Wakatobi. Demikian pula dengan bahasa Ciacia di kecamatan Sorawolio, Kota Baubau mendapat pengaruh dari bahasa Wolio.
“Adanya pengaruh bahasa-bahasa tersebut dipengaruhi oleh lokasi tutur yang saling berdekatan sehingga memungkinkan terjadinya kontak bahasa dalam berkomunikasi,” paparnya
Dalam disertasi berjudul Genealogi Bahasa Ciacia, Sandra menjelaskan bahwa dari 23 isolek bahasa Ciacia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dialek yaitu Masiri, Sambulalatawa, dan Kumbewaha. Satu dialek terdiri dari 21 isolek yang kemudian dikelompokkan menjadi enam subdialek.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi bahasa banyak dijumpai pada subdialek Sampolawa. Hal ini disebabkan adanya pengaruh bahasa-bahasa yang berdekatan dengan wilayah tutur yaitu bahasa Wolio dan Busoa. Sementara dialek inovatif adalah dialek Kumbewaha yang banyak dipengaruhi bahasa Lasalimu dan Kamaru,” urainya.
Sandra menyampaikan, meskipun terpisah menjadi tiga dialek, antardialek dan subdialek masih dalam satu kesatuan hubungan kekerabatan. Selain itu, bahasa Ciacia juga diketahui memiliki hubungan erat dengan bahasa Muna-Buton.
“Posisi bahasa Ciacia dalam sub rumpun Muna-Buton berada di tengah-tengah karenanya tidak mengherankan jika ditemukan kesamaan realisasi makna bahasa Ciacia dengan bahasa-bahasa tersebut,” ungkapnya.
Dari hasil penelusuran asal bahasa tersebut juga diketahui bahwa tidak ada hubungan kekerabatan antara bahasa Ciacia dengan bahasa Korea. “Adanya kesamaan bunyi antar keduanya adalah ciri keuniversalan bahasa,” tutupnya. (Humas UGM/Ika)