Pengelolaan Taman Nasional (TN) sejak dideklarasikan pada tahun 1980 mengalami banyak permasalahan. Permasalahan tersebut diberbagai simpul menyebabkan kerusakan sumber daya hutan. Salah satu upaya perbaikan pengurusan TN terdapat dalam PP No. 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan yaitu transformasi organisasi TN menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK).
“Salah satu taman nasional yang ditetapkan Kemenhut menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi yaitu Taman Nasional Alas Purwo (TNAP),” kata Tri Atmojo, S.Hut., M.T, di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM, Jum’at (7/3).
Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah, Sumatera Barat mengatakan hal itu saat menempuh ujian terbuka program doktor Bidang Ilmu Kehutanan, dengan desertasi “Konstruksi Kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Alas Purwo”. Dikatakannya, konstruksi kelembagaan KPHK belum dibentuk oleh Kementerian Kehutanan dan saat ini masih menggunakan Permenhut No. P. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Padahal, kelembagaan pengurusan hutan mestinya bercirikan kepemerintahan yang baik di bidang kehutanan, Good Forestry Governance yang selanjutnya disebut GFG.
“Konsep kelembagaan baru diharapkan mengubah paradigma administrasi klasik yang tidak hanya berorientasi pada sistem dan prosedur melainkan juga berorientasi pada hasil, output dan outcome,” papar Tri Atmojo.
Disain kemitraan KPHK Alas Purwo, dalam pandangan Tri Atmojo, menempatkan stakeholder bukan sebagai pihak yang dapat membantu pekerjaan pengelolaan, namun berproses dalam pengambilan keputusan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan demikian, stakeholder juga mempunyai tanggung jawab keberhasilan pengelolaan KPHK, tidak hanya lembaga KPHK Alas Purwo sebagai pemangku kawasan.
“Sebagai prasyarat proses relasi, ini adalah kesediaan KPHK dan stakeholder untuk membuka diri dan menumbuhkan trust antar lembaga pada berbagai level, mulai pimpinan puncak KPH, hingga kesemua level sampai ke tingkat resor pengelolaan,” jelas pria kelahiran Samigaluh, Kulon Progo, 15 juni 1977.
Karena itu, model kepemimpinan yang diadopsi cocok untuk kelembagaan KPHK Alas Purwo adalah kepemimpinan transformatif. Berupa gaya kepemimpinan dinamis yang menjanjikan perwujudan identifikasi diri terhadap pemimpin dan perpaduan perwujudan kepentingan setiap personil dalam memberikan andil untuk menentukan visi organisasi. “Sehingga kepala KPHK yang berkarakter transformatif akan menggunakan pengaruhnya untuk pemberdayaan (empowerment) karyawan,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)