YOGYAKARTA – Tiga perguruan tinggi negeri: UGM, UI, dan ITB, membuka peluang pertukaran mahasiswa dan dosen lewat kerjasama Tripartit yang sudah dirintis sejak tujuh tahun silam. Pertukaran mahasiswa S1 tersebut memungkinkan masing-masing mahasiswa mengambil kuliah satu semester di perguruan tinggi di luar kampusnya. “Ide pertukaran mahasiswa S1 sedah digagas sejak lama namun masih tertunda karena kendala di Senat Akademik masing-masing. Kita harap masalah ini bisa diselesaikan tahun ini,” kata Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Tripartit UGM, Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., usai serah terima kantor kesekretariatan kerjasama Tripartit UGM, UI dan ITB yang berlangsung di Gedung Pusat UGM, Rabu (26/3).
Menurut Danang, program pertukaran mahasiswa antarketiga perguruan tinggi ini bisa segera dilaksanakan apabila mendapat dukungan dari Senat Akademik untuk mengakui Satuan Kredit Semester (SKS) dari perguruan tinggi yang lain. Selain menambah pengetahuan mahasiswa, pertukaran mahasiswa ini memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk mengenal budaya dan sistem pembelajaran di tempat yang lain. “Tahun ini, kita akan mendorong pertukaran mahasiswa dan dosen segera disepakati bersama,” katanya.
Perwakilan dari pimpinan universitas ITB, Dr. Ibnu Syabri, B.Sc., M.Sc., mengakui sulitnya ketiga universitas merealisasikan pertukaran mahasiswa dan dosen ini. Padahal ide untuk melakukan pertukaran mahasiswa ini sudah dilakukan sejak tahun 2007 lalu. Menurutnya, sulitnya mencapai kesepahaman di tingkat Senat Akademik menjadi kendala utama merealisasikan program tersebut. “Padahal model pertukaran mahasiswa ini makin memperkaya pengetahuan antar mahasiswa, membuka peluang tukar menukar hasil riset, khususnya bidang infrastruktur,” katanya.
Seperti diketahui, kerjasama Tripartit ketiga perguruan tinggi ini setiap tahunnya bertukar tempat kantor kesekretariatan. Jika sebelumnya kantor sekretariat bertempat di ITB, tahun ini berpindah ke UGM. Selain mendorong kerjasama di bidang pendidikan, kolaborasi riset juga dilakukan lewat bidang pembangunan infratruktur terutama di daerah luar Jawa. Dukungan pengetahuan dan informasi dari ketiga universitas, kata Syabri, diharapkan mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. “Akibat masalah infrastruktur, biaya logistik kita jadi termahal di ASEAN, harga bahan baku bertambah sekitar 25-30 persen karena tambahan dari biaya logistik,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Maysarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc., mengapresiasi dan mendukung ide untuk segera merealisasikan program pertukaran mahasiswa antara UGM, UI, dan ITB. Menurut Suratman, pertukaran mahasiswa antarperguruan tinggi di dalam negeri seharusnya lebih mudah dilaksanakan. “Pertukaran mahasiwa ke luar negeri saja mudah tapi antar perguruan tinggi sendiri masih sulit. Jika ini diperkuat, saya kira sangat luar biasa,” tuturnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)