Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan global. Angka kejadian penyakit yang menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian pada kategori penyakit tidak menular ini mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan dengan komplikasi yang semakin buruk. Data WHO menyebutkan bahwa angka prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1995 sebesar 135 juta orang, dan diperkirakan akan meningkat hingga 300 juta orang pada tahun 2025 nanti.
Diabetes mellitus menjadi ancaman serius dalam upaya pembangunan bidang kesehatan. Pasalnya penyakit ini menimbulkan berbagai gangguan kesehatan fisik seperti gagal ginjal, kebutaan, stroke, dan amputasi bagian tubuh. Tidak hanya itu, diabetes mellitus juga menimbulkan masalah kesehatan mental penderitanya.
“Diabetes mellitus juga menyebabkan depresi pada diabetesi (penderita DM-red). Depresi ini akan meningkatkan angka kematian hingga 30 persen,” kata Jenita DT Donsu, saat mempertahankan disertasi berjudul “Peranan Faktor-Faktor Psikologis terhadap Depresi pada Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM-2)” dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Psikologi UGM, Kamis (3/4).
Jenita menyebutkan diabetes mellitus tipe 2 (DM-2) berpotensi memunculkan depresi pada diri penderita. Selain itu, penyakit tersebut juga dapat meningkatkan risiko keparahan penyakit berupa komplikasi DM-2.
“Individu dengan DM-2 yang mengalami depresi akan lebih banyak gejala penyakit yang dialami sehingga memakan biaya dan jasa medis lebih banyak dibandingkan dengan individu yang terkena diabetes atau depresi saja,” jelas dosen Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta ini.
Menurutnya, berbagai faktor psikologis baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap muncul tidaknya depresi pada diri penderita diabetes mellitus. Misalnya saja, persepsi dukungan sosial, optimisme, resiliensi, dan harga diri.
Hasil penelitian yang dilakukan Jenita memperlihatkan bahwa adanya dukungan sosial berpengaruh secara langsung terhadap optimisme, resiliensi, serta harga diri penderita. Dengan kata lain, semakin tinggi dukungan sosial yang diterima pasien akan diikuti dengan kenaikan optimisme, reseliensi, dan harga diri.
“Dukungan sosial juga memberikan dampak secara tidak langsung terhadap penurunan depresi yang dialami pasien DM-2. Artinya, semakin tinggi persepsi dukungan sosial yang diterima pasien akan diikuti penurunan depresi,” terangnya. (Humas UGM/Ika)