Kongres Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan II kembali digelar 5-6 Mei 2014 di Balai Senat UGM. Kongres yang mengambil tema “Memperkokoh Format Pendidikan Nasional yang Berkepribadian dan Berlandaskan Pancasila di Era Global” itu nantinya akan menitikberatkan pada amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 untuk memperkokoh format pendidikan di Indonesia dengan cara menguatkan semangat ke-Bhinneka Tunggal Ika-an di Indonesia.
“Ini relevan mengingat kondisi pendidikan di Indonesia yang akan menghadapi berbagai tantangan ke depan seperti ASEAN Community 2015,” papar Ketua Panitia, Cungki Kusdarjito, Jumat (2/5).
Cungki menyampaikan beberapa permasalahan pendidikan yang masih dijumpai seperti jurang yang semakin tinggi antara kebebasan sistem pendidikan dan kepekaan masyarakat sekitar, sekolah tidak mampu menghadapi krisis-krisis tingkat dunia yang masuk melalui globalisasi sehingga menyebabkan pendidikan terlalu berorientasi kepada individu.
“Sekolah kurang menjadi medan didik tapi hanya medan ajar dan hanya fokus lulus ujian. Apalagi dengan merebaknya bimbingan belajar di luar sekolah seolah-olah sekolah melempar tanggungjawab,” urainya.
Selain itu dunia pendidikan saat ini kurang pendalaman substansi dan dibebani oleh hal-hal yang bersifat administratif. Dengan demikian saat ini pendidikan Indonesia masih miskin konsep. Pendidikan hanya berorientasi kepada kebutuhan pasar, seperti SMK yang disesuaikan hanya untuk pemenuhan tenaga kerja yang diminta industri.
“Pengajaran dan pendidikan nasional harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa supaya semangat cinta bangsa dan tanah air terpelihara,” tutur Cungki.
Kegiatan ini rencananya akan diikuti sekitar 500 orang peserta seperti dari pengampu kebijakan, akademisi, praktisi pendidikan, guru, perwakilan instansi pemerintah, tokoh masyarakat, ormas maupun LSM. Beberapa pembicara yang akan hadir, yaitu Ketua MPR RI, Ketua MK, Mendikbud, dan lain-lain. (Humas UGM/Satria)