Yogya, KU
Sekitar 200 mahasiswa dan warga Papua di Yogya menggelar demonstrasi di Bunderan Kampus UGM. Mereka menilai kasus keracunan yang menelan 400 orang warga asli papua merupakan upaya sistematis dari pihak militer sebagai bentuk kepanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk menurunkan jumlah populasi masyarakat asli Papua.
“Mereka tewas setelah mengkonsumsi mie instant, kue, biskuit hingga rokok ,†ungkap Yos Sudeva selaku pimpinan demonstrasi kepada wartawan, Senin (1/10) di Bunderan UGM.
Menurut Yos Sudeva, warga asli Papua kini berjumlah 1,2 juta orang. Jumlah ini tidak bertambah, dan justru cenderung menurun setiap tahunnya. Sementara warga pendatang terus meningkat, hingga mencapai 1,3 juta di tahun 2007. Di sisi lain, pemerintah pusat menempatkan 700 ribu personel tentara di pulau ini.
“Ini apa sebenarnya, ini atas kepentingan apa? sehingga kami mau dimusnahkan dan mau dibunuh seperti ini,†lanjut Yos.
Sementara, sosiolog UGM Dr Lambang Triono ketika dihubungi secara terpisah mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang dimunculkan oleh para mahasiswa dan masyarakat Papua merupakan hal yang wajar, berkaitan perasaan termarginalisasikan masyarakat asli Papua yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini.
“Menurut saya ini merupakan kekhawatiran yang wajar, proses peminggiran penduduk papua sehingga mereka merasa tidak berkembang lebih maju,†kata Lambang yang pernah melakukan penelitian sosial di Papaua beberapa waktu lalu.
Lambang menambahkan, perasaan termarginalisasi inilah yang direkonstruksi menjadikan isu-isu tetentu semakin kuat sehingga dimunculkan dalam bentuk protes yang mereka lakukan saat ini.
“Jadi perasaan itu muncul dan beranjak dari realitas sosial yang ada di sana (Papua),†katanya.
Lambang Triyono pun menceritakan hasil pengamatannya selama meneliti di Papua. Bahkan dirinya melihat langsung keadaan penduduk asli papua di kota Jayapura.
“Apa ada orang Papua yang bekerja di toko-toko atau di supermarket?, semua yang bekerja diambil dari orang luar Papua, sehingga mereka merasa eksistensinya sebagai orang Papua terasa terpinggirkan dan berada di sektor-sektor marginal, dan itu fakta,†jelas Lambang.
Upaya yang mesti dilakukan pemerintah pusat untuk mereduksi segala kekhawatiran belebihan ini, kata Lambang dengan cara menjalankan otonomi khusus yang sebenarnya.
“Karena mandat dari otonomi khusus ini yakni memperbaiki dan memberdayakan masayarakat asli Papua. Selain itu, hak orang Papua harus ditegakkan. Hak-hak sipil lebih dijamin oleh kebijakan yang ada. Diharapkan nantinya kelompok masayarakat dapat ditingkatkan kemampuan skill, kapasitas, dan kesejahtaraan mereka,†ujarnya.
Lambang Triyono meminta pemerintah belajar dari kasus serupa di Amerika Serikat sebelum tahun 60-an, dimana terjadi gejolak di kalangan warga keturunan negro di Amerika, dan pemerintah mampu membangkitkan warga keturunan negro dan menghapus perasaan terpinggirkan di kalangan mereka. Dengan sendirinya, kelompok masyarakat ini bangkit untuk bersama kelompok masyarakat lainnya, hidup berdampingan lebih baik, tanpa konflik dengan pemerintah pusat. (Humas UGM)