Mikroba dapat membantu tanaman dalam menghadapi lingkungan tanah yang kaya logam. Bantuan mikroba tersebut dapat dimanfaatkan untuk membantu pertumbuhan tanaman di lingkungan yang secara alami kaya logam seperti pada tanah masam yang cukup banyak dijumpai di Indonesia. Mikroba juga dapat dimanfaatkan untuk membantu tanaman bukan penyedia pangan dan pakan untuk digunakan dalam upaya pembersihan tanah tercemar logam beracun, yang disebut sebagai fitoremediasi.
“Nah, pembangunan industri yang mengesampingkan perlindungan lingkungan di Indonesia ini memerlukan teknologi seperti ini,” kata Prof. Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D saat menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Pertanian, di Balai Senat UGM, Rabu (14/5).
Pada pidato pengukuhannya yang berjudul “Peran Mikroorganisme dalam Penyerapan Logam oleh Tanaman”, Irfan mengatakan bahwa teknologi fitoremediasi tersebut saat ini tengah berkembang. Interakasi yang kompleks antarkomponen dalam kondisi yang spesifik pada situs yang tercemar mengharuskan fitoekstraksi logam didekati secara multidisiplin, seperti biologi tanaman, mikrobiologi tanah, agronomi, dan ilmu lingkungan.
“Hal ini sudah kita lakukan dengan mencari berbagai jenis mikroba yang dapat mencegah atau mendorong pelonggokan logam pada bagian trubus tanaman,” papar Wakil Ketua Bidang Pengabdian kepada Masyarakat LPPM UGM itu.
Setidaknya terdapat dua cara perbaikan lingkungan melalui fitoremediasi yang sesuai dengan perbaikan tanah yang tercemar logam. Kedua cara itu, yaitu fitostabilisasi dan fitoekstraksi. Fitostabilisasi mengandalkan kemampuan akar tumbuhan penolak logam untuk menghasilkan eksudat akar yang dapat menstabilkan, mendemobilisasi, dan mengikat logam di dalam matriks tanah sehingga mengurangi ketersediaan logam tersebut. Sedangkan fitoekstraksi mengandalkan kemampuan tumbuhan pelonggok logam untuk menyerap, mengangkut, dan melonggokkan logam yang diserap di trubus tumbuhan yang mudah dipanen sehingga logam pencemar dapat dikuras dari dalam tanah.
Irfan menegaskan mekanisme fisiologis proses pencegahan dan pendorongan saat ini telah mulai dilakukan. Hal ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi rekayasa lingkungan pertumbuhan maupun rekayasa genetika tanaman untuk fitoremediasi. Tantangan penggunaan tanaman yang tidak dimanfaatkan sebagai pangan ataupun pakan tetapi memiliki nilai ekonomis sudah mulai terjawab dengan penelitian fitoekstraksi menggunakan tanaman rami, nilam, maupun sorghum manis.
“Keterlibatan peneliti dari berbagai bidang, rekayasa sosial sehingga teknologi fitoremediasi dapat mengatasi tanah yang tercemar logam berat sehingga benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” pungkasnya (Humas UGM/Satria)