Penggunaan bahasa Inggris di berbagai belahan dunia memuculkan variasi khas penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan budaya setempat. Variasi bahasa Inggris dunia menunjukkan adanya nilai atau norma budaya dan kebiasaan lokal yang berbeda dengan nilai-nilai atau norma budaya yang dimiliki penutur asli bahasa Inggris.
Demikan halnya dengan penggunaan bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia. Dalam pengelolaan hubungan sosial, mereka memberikan makna saat berinteraksi dalam situasi interkultural sesuai dengan konvensi sosial, nilai-nilai dan budaya Indonesia.
“Begitu juga penggunaan bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia dengan latar budaya Jawa memuat nilai dan norma budaya Jawa. Mereka berusaha untuk memahami bahasa dan budaya Inggris dalam situasi dan konteks budaya Jawa,” kata staf Pusat Pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta ini saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Rabu (21/5) di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Hasil penelitian yang dilakukan pada penutur bahasa Indonesia di Yogyakarta menunjukkan bahwa partisipan penelitian yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris setingkat pre-intermediate masih membawa nilai-nilai atau norma kultural budaya Jawa dalam bahasa Inggris yang dipergunakan. Penutur bahasa Indonesia yang berlatar belakang budaya Jawa dalam melakukan pengelolaan hubungan sosial mengandung nilai-nilai kultural dan pragmatik khas dalam pengelolaan hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan masyarakat Jawa.
“Hakekat pengelolaan hubungan manusia yang diterapkan di kalangan masyarakat Jawa dituntun oleh orientasi hubungan sosial yang bersifat mempertahankan dan meningkatkan hubungan untuk menjaga keseimbangan dalam pergaulan sosial,” jelasnya.
Dalam disertasi berjudul “Pengelolaan Hubungan Sosial pada Penggunaan Bahasa Inggris oleh Penutur Bahasa Indonesia Berlatar Belakang Budaya Jawa”, Rin memaparkan bahwa nilai-nilai kultural dan pragmatik penutur bahasa Indonesia yang khas budaya Jawa dalam penggunaan bahasa Inggris mengandung makna tentang adanya ikatan kekeluargaan dengan lawan bicara dalam jalinan hubungan sosial. Disamping itu juga diterapkan dengan sikap rendah hati untuk mengakui kekurangan, keterbatasan, dan kesalahan diri sendiri. Dengan demikian membentuk sikap penutur bahasa untuk selalu merasa malu dan takut akan kekurangan, keterbatasan, dan kesalahan diri sendiri yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan orang lain.
Makna lain yang muncul adalah sikap tenggang rasa penutur terhadap kekuarangan, keterbatasan, dan kesalahan orang lain. Bahkan, sikap untuk bersikap netral dalam pergaulan sosial agar tidak terjadi konflik antarpeserta pertuturan.
Ia mencontohkan nilai-nilai kesopanan terlihat dalam penggunaan kata I’m sorry dalam mengawali pembicaraan oleh penutur bahasa Indonesia berlatar belakang budaya Jawa saat berinteraksi dengan orang asing. Kata maaf merupakan ungkapan pembuka yang lazim dilakukan untuk membuat lawan tutur. Sementara dalam konteks budaya asing, penggunaan kata maaf merupakan sebuah permohonaan maaf atas sebuah kesalahan atau tindakan yang tidak menyenangkan. (Humas UGM/Ika)